Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menduga pelaku kartel bawang putih di Indonesia bisa meraup untung hingga Rp 12 triliun per tahun. Angka ini dihitung dari jumlah bawang putih yang mereka impor dikalikan selisih harganya di Tiongkok dan Indonesia.
Ketua KPPU Syarkawi Rauf menyebut, harga bawang putih di Tiongkok masih stabil. Bahkan di Malaysia yang sama-sama mengimpor dari Tiongkok, harga bawang putih masih di kisaran Rp 25 ribu per kilogram.
Ia menduga, tingginya harga penjualan bawang putih di pasar Indonesia karena para pelaku usaha dengan sengaja mengurangi pasokan ke pasar. Kecurangan itu, menurutnya, dilakukan oleh setidaknya enam pelaku usaha.
(Baca juga: KPPU Akan Lindungi Pelaku Kartel yang Mau Ungkap Kasusnya)
Ia menghitung, jika jumlah bawang putih yang diimpor dalam setahun sebanyak 480 ribu ton, sementara harga di Tiongkok Rp 15 ribu per kilogram, modal mereka hanya sekitar Rp 7,2 triliun.
Sementara, jika para importir yang merangkap distributor itu menjual bawang putihnya seharga Rp 40 ribu per kilogram saja, pendapatan mereka bisa mencapai Rp 19,2 triliun. “Jadi ada selisih sekitar Rp12 triliun,” kata Syarkawi di Kantor KPPU, Selasa (6/6).
KPPU tengah berkoordinasi dengan Satuan Tugas Pangan Mabes Polri untuk mengungkap kasus ini. “Kami belum bisa buka ke teman media siapa saja pelaku usaha itu, ini semata untuk kepentingan penyelidikan,” katanya.
KPPU juga berharap dapat mengembangkan penyelidikan hingga ke Tiongkok. Hal ini didasari kecurigaan bahwa di Negeri Tirai Bambu hanya ada dua kelompok yang mendominasi kegiatan ekspor bawang putih, termasuk ke Indonesia.
(Baca juga: Kemendag Buat Aturan Agar Bulog Bisa Impor Bawang Putih)
Menurut Syarkawi, saat ini upaya membongkar jaringan kartel internasional dimungkinkan melalui kerja sama dengan otoritas setempat. Namun, nantinya bukan tak mungkin KPPU dapat melakukan penyelidikan sendiri. Sebab, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui amandemen UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Di antara poin krusial dalam amandemen tersebut adalah cakupan definisi pelaku usaha yang bisa dikenakan UU Nomor 5 Tahun 1999 diperluas hingga ke luar teritori Indonesia. “Ini ada dalam RUU yang sudah ditetapkan di Rapat Paripurna DPR RI,” kata Syarkawi.
Syarkawi menilai, urgensi melalukan revisi atas cakupan pelaku usaha yang bisa dkenakan UU Anti Monopoli Usaha sangat diperlukan. Alasannya agar KPPU bisa menjaga ekonomi Indonesia dari tindak persekongkolan usaha yang bersifat Internasional.
(Baca juga: KPPU Gandeng Tiongkok Guna Selidiki Kartel Bawang)
“Memperkenankan KPPU menangani perkara di luar teritori Indonesia akan membawa dampak positif bagi kemajuan ekonomi kita sekaligus untuk memitigasi atau menjaga ekonomi kita dari cross border cartel,” ujarnya.