Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berusaha agar harga gas dari Blok Masela dijual di bawah US$ 6 per mmbtu. Sebab, sebagian gas dari blok tersebut rencananya akan diserap oleh industri dalam negeri untuk meningkatkan perekonomian.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, pengembangan Lapangan Abadi di Blok Masela saat ini masih dalam pembahasan. "Harga gas di Masela kami tentukan nanti kalau bisa di bawah US$ 6 per mmbtu,” kata dia di Jakarta, Kamis (8/12). (Baca: Alot, Luhut Bawa Pembahasan Insentif Blok Masela ke Jokowi)
Selain itu, menurut Arcandra, penentuan harga gas bumi di suatu lapangan akan mengikuti harga minyak. Jadi ketika harga minyak naik, harga gas juga naik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan Kementerian ESDM akan mengevaluasi formula harga itu setiap tahun.
Arcandra juga telah menyetujui sebagian alokasi gas Blok Masela untuk industri dalam negeri. Ketiga industri ini merupakan usulan dari Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata, Airlangga mengusulkan tiga perusahaan yakni Pupuk Indonesia dengan alokasi 214 mmscfd, Elsoro Multi Prima sebanyak 160 mmscfd, dan PT Kaltim Metanol Industri (KMI)/Sojitz sebesar 100 mmbtu.
(Baca: Arcandra Setujui Alokasi Gas Masela untuk Tiga Perusahaan)
Di sisi lain, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 40 Tahun 2016 tentang harga gas bumi untuk industri tertentu. Dalam aturan ini, pemerintah menurunkan harga gas untuk industri petrokimia, pupuk, dan baja di bawah US$ 6 per mmbtu.
Sementara itu, Inpex Corporation selaku operator Blok Masela belum mau menanggapi hal tersebut. Vice President Corporate Services Inpex Corporation Nico Muhyiddin tidak menjawab pertanyaan Katadata melalui aplikasi WhatsApp terkait keekonomian blok tersebut jika harga gas untuk industri ditetapkan US$ 6 per mmbtu.
(Baca: Arcandra Setujui Alokasi Gas Masela untuk Tiga Perusahaan)
Dewan Penasehat Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto malah mempertanyakan pernyataan Arcandra. Penetapan harga gas Blok Masela terlalu dini, apalagi harga minyak bergerak fluktuatif.
"Kok bisa-bisanya bilang harga Masela mau bikin US$ 6 per mmbtu, orang masih lama dan belum tahu pasti skemanya apa dan penggunanya siapa," kata dia kepada Katadata, Kamis (8/12).