Rencana pemerintah membentuk holding atau induk usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor minyak dan gas bumi (migas) mendapat sorotan. Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri melihat, pembentukan holding tersebut hanya inisiatif dari satu korporasi dan dibuat oleh konsultan asing.
"Kalau saya telusuri, ini inisiatif Pertamina dan dibuat oleh Wood Mackenzie. Pertamina adalah nasabah terpenting di dunia bagi Wood Mackenzie," kata dia dalam acara diskusi mengenai holding BUMN energi di Jakarta, Kamis (3/11). (Baca: Pertamina - PGN Sepakat, Holding Migas Tinggal Proses Valuasi)
Faisal juga mempertanyakan fokus dari induk usaha ini yang hanya mengurus soal gas dan hilirnya, tanpa memikirkan cadangan yang akan menopang kebutuhan di masa mendatang. Padahal, produksi minyak kian menurun dan cadangannya semakin menipis.
Ia pun menengarai, pembentukan induk usaha itu akan membuka peluang gas yang diimpor Pertamina bisa terserap oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Apalagi, Pertamina sudah menyepakati sebagian perjanjian impor LNG dengan total 6,5 juta ton per tahun dari berbagai sumber hingga 2041. Sumber itu antara lain dari Total, Corpus Christi di Amerika Serikat (AS) dan Mozambique LNG.
Informasi tersebut dibantah oleh manajemen Pertamina. Vice President Corporate Communication Wianda Pusponegoro mengatakan, tujuan utama pembentukan holding adalah efisiensi, sinergitas dan peningkatan kapabilitas. “Agar akses gas lebih merata via pembangunan infrastruktur yang lebih masif, termasuk ke area-area yang belum tersentuh pipa transmisi dan distribusi gas,” kata dia kepada Katadata, Kamis (3/11).
Dengan induk usaha, maka akan terjadi efisiensi biaya operasi dan perawatan dari beberapa investasi infrastruktur gas. Alhasil, dapat mendorong harga gas yang lebih kompetitif bagi industri dan masyarakat. (Baca: Berpacu Mengurai Ruwetnya Masalah Harga Gas)
Deputi Bidang Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah juga mengklaim holding ini akan membuat pekerjaan dua perusahaan BUMN itu lebih efisien dan tidak lagi tumpang tindih. Pertamina akan mengurus sektor hulu, mulai dari menyediakan dan meningkatkan produksi gas untuk dalam negeri.
Sedangkan PGN akan bertugas menyalurkan pasokan gas hingga ke pengguna akhir. "Setelah pembentukan holding, maka akan dilakukan penataan kembali sektor bisnis gas, di mana kontrak transmisi gas yang dimiliki Pertamina akan dikelola oleh PGN," kata dia.
Dalam membentuk holding, pemerintah akan mengalihkan saham-saham miliknya di PGN kepada Pertamina (inbreng). Pertamina juga akan mengalihkan anak usahanya di sektor migas, PT Pertamina Gas, kepada PGN.
Proses pengalihan itu akan dilakukan setelah diterbitkannya revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2005 tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada BUMN. (Baca: Tolak Holding Migas, Serikat Pekerja PGN Dukung Holding Energi)
Edwin berharap tiga target pencapaian holding BUMN migas. Pertama, adanya integrasi yang menghindari permasalahan konflik alokasi gas. Kedua, konsolidasi infrastruktur yang akan menghasilkan sinergi biaya modal (capex), khususnya untuk proyek-proyek besar Pertamina, seperti kilang baru dan kilang pengembangan (RDMP).
Ketiga, integrasi yang akan menciptakan skema keseragaman harga di seluruh wilayah Indonesia.