Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menindaklanjuti kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai potensi kerugian negara di sektor migas sekitar US$ 336,1  juta atau setara Rp 4,4 triliun. Potensi kerugian ini diakibatkan banyaknya kontraktor migas yang belum memenuhi kewajiban keuangannya pada wilayah kerja yang sudah diterminasi.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji mengatakan pihaknya akan menyurati kantor pusat perusahaan migas yang lari dari kewajiban keuangan tersebut. "Sekarang kan kontraknya sudah terminasi. Tidak tahu mereka sudah pergi ke mana. Tapi kami upayakan untuk mendapatkan hak negara," kata dia di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Senin (31/10).

(Baca: KPK Ungkap Potensi Kerugian Negara Rp 46 Triliun di Sektor Energi)

Sebenarnya Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM sudah mengirimkan surat penagihan atas komitmen keuangan yang belum dibayarkan. Surat ini sudah dikirimkan tiga kali kepada masing-masing perusahaan tersebut, tapi belum juga mendapat respons.

Kementerian ESDM akan melakukan koordinasi dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk penagihan kewajiban ini. Selain itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) juga akan membantu melacak alamat dan kantor pusat dari perusahaan migas tersebut.

Agar kejadian ini tidak terulang lagi di kemudian hari, kementerian juga telah menyiapkan langkah antisipasi. Pada saat evaluasi lelang wilayah kerja, Direktorat Jenderal Migas akan melibatkan kantor akuntan publik untuk memberikan penilaian independen terhadap kemampuan finansial calon kontraktor. Harapannya agar kontraktor mampu memenuhi semua kewajiban yang tercantum dalam kontrak.

Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM Tunggal juga memastikan pihaknya akan terus menagih hak negara yang ada pada kontraktor migas tersebut. "Tugas kami di Direktorat Jenderal Migas adalah menagih," kata dia. (Baca: Tak Jalankan Kewajiban, 15 Perusahaan Migas Dapat Teguran)

Selain kewajiban keuangan yang belum terbayar, KPK juga mengungkapkan potensi kerugian lain. Seperti potensi kerugian karena belum optimalnya integrasi sistem dan proses pengumpulan data-data migas, termasuk pengumpulan data yang dilakukan oleh SKK Migas. 

Potensi kerugian ini diakibatkan tiga faktor. Pertama, data survei di luar wilayah kerja dimasukkan ke anggaran cost recovery. Kedua, data wilayah kerja terminasi yang tidak diserahkan ke pemerintah, tapi masuk cost recovery. Ketiga, tidak tersedianya data, karena kontraktornya kabur.  

Sebagai langkah antisipasi, pemerintah akan meningkatkan kualitas data tersebut. Peningkatan kualitas data migas akan dilakukan dengan merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2006 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Hasil Survei Umum Eksplorasi, Eksploitasi Migas (sunset policy).  (Baca: Demi Pikat Investor, Pemerintah Siap Buka-bukaan Data Migas)

KPK mengamati sistem operasi terpadu untuk perbaikan integritas data produksi siap jual (lifting) minyak bumi. Lembaga anti rasuah ini juga menyoroti pembenahan unit usaha PT Pertamina (Persero), yaitu Integrated Supply Chain (ISC), dari berbasis harga ke berbasis nilai untuk impor bahan bakar minyak (BBM).