Pemerintah berencana membangun pusat pembuangan limbah minyak dan gas bumi (migas) di beberapa titik di Indonesia. Ini merupakan salah satu upaya pemerintah menekan anggaran penggantian biaya operasi migas (cost recovery).
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Teguh Pamudji mengatakan selama ini limbah hasil pengeboran migas harus di bawa ke pengolahan di Cimanggis, Jawa Barat. Sementara lapangan migasnya tersebar di seluruh Indonesia, dari ujung Sumatera hingga Papua.
Hal ini menimbulkan biaya transportasi yang cukup besar dan harus ditanggung pemerintah melalui dana cost recovery. Makanya perlu ada fasilitas pembuangan dan pengolahan limbah yang letaknya tidak terlalu jauh dari lokasi lapangan migas.
(Baca: Anggaran Cost Recovery Migas Tahun Depan Melonjak 24 Persen)
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, pembangunan pusat penanganan limbah ini menjadi salah satu opsi sebagai upaya pemerintah menekan dana cost recovery. Saat merangkap jabatan sebagai Menteri ESDM, upaya menekan biaya ini menjadi fokus utama Luhut Binsar Pandjaitan untuk segera diselesaikan.
Rencananya pusat penanganan limbah migas ini akan dibangun di empat lokasi, yaitu Papua Barat, Kalimantan Timur, Riau, dan Sumatera Selatan. Menurut Teguh, pembangunan pusat limbah di daerah-daerah tersebut cukup strategis karena banyak lapangan migas yang tersebar di dekatnya.
"Kenapa dibangun di sana karena pusat sentra perminyakan kan di sana yang besar," kata Teguh saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (18/10).
(Baca: Tekan Cost Recovery, SKK Migas Akan Audit Subkontraktor Migas)
Direktur Pembinaan Hulu Kementerian ESDM Tunggal mengatakan pembangunan sentra limbah tersebut bisa berdampak positif. Apalagi empat daerah yang rencananya akan dibangun pusat sentra pengolahan limbah tersebut merupakan wilayah pengembangan migas.
Menurut dia, setiap kontraktor migas wajib menangani masalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan operasinya. Selanjutnya pemerintah akan mengganti biaya yang dikeluarkan kontrakktor dalam penanganan masalah limbah tersebut.
"Perlu dibangun pusat penanganan limbah di tempat-tempat dekat daerah yang banyak aktivitas pertambangan agar lebih murah," ujarnya kepada Katadata, Selasa (18/10).
Meski mengklaim bahwa pembangunan pusat penanganan limbah ini bisa menekan dana cost recovery, Teguh dan Tunggal belum bisa memprediksi berapa besar penghematannya. Setidaknya biaya transportasi limbah migas bisa berkurang.
Selain pembangunan pusat penanganan limbah, ada beberapa upaya lain yang akan dilakukan pemerintah untuk menekan dana cost recovery. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menyebutkan beberapa diantaranya adalah memperketat persetujuan terhadap program drilling KKKS yang memiliki success rate atau tingkat keberhasilan yang rendah.
(Baca: Arcandra Janjikan Potong Cost Recovery Blok East Natuna)
Memperketat biaya-biaya yang berkaitan dengan kantor pusat kontraktor (holding company), seperti Direct Charges, TSA, dan Overhead yang tidak berpengaruh signifikan terhadap kegiatan hulu migas Indonesia. Meminta kontraktor menunda cost recovery terhadap kegiatan untuk memenuhi program/compliance dari kantor pusatnya.
Meminta Pertamina EP untuk menunda pembayaran biaya operasi dari mitra kontraktor untuk lapangan yang belum produksi. Kemudian mengurangi rapat-rapat di luar kantor dan kegiatan yang tidak perlu, serta melakukan renegosiasi kontrak-kontrak barang dan jasa yang kurang kompetitif setelah harga minyak turun.