Komite Eksplorasi Nasional (KEN) menilai opsi skema bagi hasil berupa gross split sliding scale akan sulit diterapkan untuk blok minyak dan gas bumi (migas) konvensional. Jadi, opsi skema itu tidak perlu dimasukkan dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 mengenai biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu migas.
Sekretaris KEN Muhammad Sani menjelaskan, skema bagi hasil gross split sliding scale sulit diterapkan karena tidak mengenal adanya pemulihan biaya operasi di sektor hulu migas. Hal ini bisa mempengaruhi daya tarik investasi. “Cost recovery kan salah satu daya tarik migas konvensional,” katanya kepada Katadata, Senin (8/8). (Baca: Skema Baru KKS, Porsi Bagi Hasil Pemerintah Sedikit di Awal Produksi)
Skema gross split sliding scale ini memang berbeda dengan skema kontrak bagi hasil (PSC), karena tidak menggunakan sistem cost recovery. Perhitungan bagi hasilnya masih kotor, yakni bagi hasil dihitung sebelum pengurangan biaya operasi.
Sistem bagi hasilnya bersifat progresif, ditentukan oleh jumlah produksi atau harga minyak dunia. Kemudian diakumulasikan dalam satu tahun. Sementara pada skema PSC, bagi hasil untuk negara biasanya 80 persen untuk minyak dan 70 persen untuk gas.
Menurut Joint Venture and PGPA Manager Ephindo Energy Private Ltd Moshe Rizal Husin, skema ini perlu diterapkan untuk blok migas konvensional, terutama lapangan marginal. “Kami butuh pemerintah yang berpikir bahwa industri migas sebagai motor penggerak ekonomi bukan semata-mata pendapatan negara,” kata dia.(Baca: Pemerintah Diminta Munculkan Opsi Skema Bagi Hasil Gross Split)
Skema ini diharapkan bisa masuk dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010. Selama ini, aturan tersebut hanya mengatur perihal cost recovery.
Moshe berharap, setidaknya pemerintah perlu membuat pasal yang mengakui adanya opsi gross dan menunjukkan pasal-pasal yang relevan dan yang tidak untuk gross. “Saya rasa memberikan pilihan kepada investor lebih tepat. Biar mereka memilih yang lebih cocok untuk investasi mereka,” ujar dia,” ujar dia
Sementara itu, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tunggal mengatakan masih perlu mempelajari mengenai penerapan skema baru untuk blok konvensional. “Sementara ini perlu dikaji dulu untuk wilayah kerja konvensional, terkait faktor resiko dan keekonomiannya,” kata dia. (Baca: Arcandra Kaji Usulan Industri Migas Bebas Pajak Sebelum Produksi)
Saat ini, Kementerian ESDM memang mengusulkan agar Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 direvisi. Menurut Menteri ESDM Arcandra Tahar, aturan tersebut masuk dalam daftar negatif investasi. Salah satu poin yang menjadi fokus untuk direvisi adalah pajak selama masa eksplorasi. “Keinginan orang industri adalah bagaimana caranya kegiatan eksplorasi tidak dipajakin dulu,” kata dia.