Pemerintah telah menyiapkan 13 usulan untuk merevisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan dengan perkembangan perekonomian global, hukum, dan politik, perlu dilakukan perubahan terhadap aturan tersebut.
“Agar bisa lebih optimal meningkatkan kinerja korporasi dan semakin lincah di kancah global,” kata Rini seusai seminar mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) BUMN di Hotel Kempinski, Senin, 25 Juli 2016. (Baca: Hapus Kementerian BUMN, Rini Mau Bentuk Superholding di 2019).
Menurut dia, diperlukan superholding sebagai pengganti Kementerian BUMN agar lebih efektif dan efisien dalam mengelola perseroan. Selain itu, badan hukum BUMN harus mengacu pada hukum korporasi yang tidak hanya berlaku di Indonesia, tapi internasional.
Rini pun menegaskan pentingnya sistem hukum BUMN sebagai korporasi. Permasalahan hukum yang dihadapi BUMN harus diselesaikan berdasarkan hukum korporasi. Jika diperlukan, hal ini dilakukan sebelum melalui proses pidana.
BUMN juga diharapkan mendapatkan status yang tegas dan jelas serta memiliki tata kelola sebagai korporasi. Dengan demikian, kelak, aset BUMN tidak lagi tercatat dalam neraca negara, melainkan berbentuk saham. (Baca: Rancangan PP Holding BUMN Tertahan di Sekretariat Negara).
Selain itu, Rini mengusulkan pengawasan yang tegas serta jelas untuk BUMN. Perlu kejelasan mengenai restrukturisasi dan privatisasi BUMN serta pengaturan kewajiban pelayanan umum bagi perusahaan berpelat merah.
Karenanya, monopoli BUMN harus diatur dengan jelas. Di sini, Rini menyoroti pentingnya sinergi BUMN untuk optimalisasi perseroan sebagai agen pembangunan.
Selain itu, BUMN membutuhkan mekanisme pengelolaan anak usaha serta kepastian hukum dan penyederhanaan pengelolaan tanggung jawab sosial. Dia mengklaim selama ini BUMN bisa berkembang dan meningkatkan aset hingga Rp 5.700 triliun tanpa pinjaman komersial maupun dari negara.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sekaligus Ketua Panitia Kerja revisi UU BUMN Dodi Reza Alex Noerdin mengatakan ada delapan poin yang pasti diperbaiki. Sebagai contoh yakni mengenai Penyertaan Modal Negara (PMN) yang kerap bermasalah serta penjelasan mengenai anak usaha akan direvisi.
DPR akan memasukkan peraturan mengenai tax amnesty, karena BUMN menjadi penampung dana repatriasi. Selain itu, DPR akan mencermati poin mengenai holding serta aset BUMN. Panja pun berencana merevisi aturan mengenai kewenangan menteri BUMN atas keuangan dan aset perusahaan-perusahaan berpelat merah.
Lebih lanjut, poin yang akan mengalami revisi adalah filosofi pembentukan BUMN serta Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). “Selama ini PKBL bersifat jangka pendek dan seremonial,” ujar Dodi.
Ia menargetkan pembahasan mengenai UU BUMN selesai dan disahkan akhir tahun ini. (Baca: Holding BUMN Tunggu Revisi Aturan Penyertaan Modal Negara)