Tiga Strategi Menteri ESDM Ciptakan Energi Ramah Lingkungan

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Miftah Ardhian
19/7/2016, 19.37 WIB

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said punya sejumlah strategi untuk menciptakan energi ramah lingkungan. Dengan begitu, mengurangi korban akibat polusi udara hasil penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan tersebut.

Sudirman menyebut, setidaknya ada tiga strategi menciptakan energi ramah lingkungan. Pertama, mengelola subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). "Subsidi digeser ke yang sifatnya produktif," ujarnya di sela-sela acara peluncuran laporan khusus energi dan polusi Udara, "World Energy Outlook (WEO) 2016", oleh International Energy Agency (IEA) di Jakarta, Selasa, (19/7).

Dengan tidak adanya subsidi maka harga produk akan menjadi sedikit lebih mahal. Menurut Sudirman, kondisi ini menyebabkan masyarakat Indonesia bisa menghemat konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). (Baca: Fokus Dana ESDM Tahun Depan ke Proyek Energi Terbarukan)

Kedua, melakukan revolusi terhadap ketergantungan energi fosil.  Sudirman mengatakan, arah kebijakan pemanfaatan energi pemerintah saat ini harus mengedepankan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT). 

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah sudah berupaya meningkatkan pemanfaatan EBT dari yang hanya sebesar 6 persen saat ini menjadi 25 persen pada 2025. Selain itu, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2016, penggunaan EBT tercantum di dalamnya dan pengurangan penggunaan bahan bakar batubara.

"Penggunaan batubara untuk pembangkit listrik akan ditekan maksimal 50 persen dari total kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik secara nasional. Sisanya 25 persen menggunakan gas, dan 25 persen lagi menggunakan EBT," ujarnya.

Ketiga, menggalakkan program konservasi energi dan penghematan energi. Sudirman menuturkan, langkah ini dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan penggunaan energi bersih. (Baca: Tiga Negara Eropa Incar Proyek Energi Baru Terbarukan)

Di sisi lain, tidaklah mudah memastikan ketersediaan energi bersih yang terjangkau untuk masyarakat. Persoalannya adalah tantangan geografis dan kendala infrastruktur ketenagalistrikan yang belum siap untuk menerangi 17 ribu pulau yang ada di Indonesia. Saat ini, ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang belum terjangkau oleh jaringan listrik. Dari jumlah itu, 30 juta penduduk berada di Indonesia.  

IEA mendukung upaya pmerintah tersebut. "IEA mendukung pemerintah Indonesia untuk terus melakukan reformasi sektor energi dan siap membantu berbagai inisiatif penting Menteri Sudirman Said dalam mendorong rasionalisasi subsidi energi, mempercepat pengembangan energi terbarukan, dan mempromosikan efisiensi energi, kata Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol.

Dalam  laporan khusus World Energy Outlook WEO 2016, IEA menyoroti skenario penyediaan akses energi yang lebih bersih secara luas dan berkelanjutan melalui teknologi yang sudah ada dan kebijakan energi yang terbukti keefektifannya. Energi yang lebih bersih ini akan berpotensi menurunkan dampak negatif polusi udara hingga 50 persen tahun 2040.  (Baca: Jerman Kucurkan Bantuan Dana Energi Terbarukan)

Buruknya kualitas udara menyebabkan kematian bagi 6,5 juta jiwa per tahunnya, dan mayoritas dialami kota-kota di di Asia dan Afrika. Angka ini akan terus meningkat drastis bila tidak ada tindakan bersama menuju energi bersih.

Dalam laporan IEA disebutkan bahwa transformasi sektor energi yang lebih luas sama artinya dengan pemenuhan kebutuhan energi dari sumber-sumber yang tidak mengeluarkan polutan ke udara, seperti matahari, air, dan angin. Sisanya bisa berasal dari gas alam, yang menghasilkan polusi udara lebih sedikit bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil atau biomassa.