Presiden Joko Widodo menyiapkan tim pembela bila ada yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi atas Undang-Undang Pengampunan Pajak. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan Presiden meminta agar gugatan terhadap kebijakan tax amnesty ini ditangani dengan baik.
Pertama, Presiden memerintahkan koordinasi di antara kementerian terkait. Saat ini, persiapan memasuki tahap pembicaraan antara Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, serta Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
“Saya undang dulu Menkumham, Menkopulhukam, Menkeu, dan Seskab. Baru sehabis itu kami pikirkan siapa saja yang terlibat,” kata Darmin di kantornya, Jakarta, Selasa, 12 Juli 2016. (Baca: Pemerintah Peringatkan Rencana Gugatan UU Tax Amnesty).
Rencananya, besok akan diadakan rapat pembentukan tim pembela atas gugatan judicial review ini. “Presiden meminta segera dikoordinasikan membentuk timnya kalau nanti sudah resmi diundang, supaya kami merumuskan pembelaaan pendapat,” ujar dia. (Baca: Pengusaha Tetap Minati Tax Amnesty meski Terancam Digugat).
Akhir pekan kemarin, Yayasan Satu Keadilan dan Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) terkait Undang-Undang Pengampunan Pajak menyatakan akan menggugat undang-undang yang baru disetujui Dewan Perwakilan Rakyat akhir bulan lalu tersebut. Aduan perkaran hendak dilayangkan paling lambat akhir Juli.
Ada 11 dari 27 pasal dalam undang-undang itu yang akan digugat, yaitu Pasal 1 angka 1 dan 7, pasal 3 ayat (1), (3) dan (5), pasal 4, pasal 11 ayat (2) dan (3), pasal 19, pasal 21, pasal 22, dan pasal 23.
Pasal 1 angka 1 terkait definisi pajak yang menyebutkan bahwa pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana perpajakan, dengan membayar uang tebusan sebagaimana di atur dalam undang-undang ini. Kemudian, Pasal 22 mengenai imunitas terhadap pejabat yang berwenang melaksanakan aturan tersebut.
Pasal 22 berbunyi “Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementrian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”
Sebelumnya, Bambang Brodjonegoro menganggap bahwa gugatan semacam ini merupakan hal biasa yang terjadi di negara demokrasi. Tetapi dia mengingatkan bahwa beleid ini disiapkan untuk kepentingan negara bukan pribadi. “Pokoknya kepentingan negara bukan pribadi, golongan, apalagi asing,” kata Bambang. (Lihat pula: Pekan Ini, Menteri Keuangan Rilis Tiga Aturan Teknis Tax Amnesty).
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi menyatakakan jika tidak ada tax amnesty, pemerintah akan menerapkan penegakan hukum atas kepatuhan masyarakat membayar pajak. Penggugat pun diminta memahami subtansi tax amnesty dan perpajakannya, seperti keabsahan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pajak dan kejujuran dalam mengisinya.
Adapun Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo yakin dalam gugatan tersebut akan dimenangkan pemerintah. Sebab, penggodokan aturan ini telah memakan waktu lama dan persiapan matang. Undang-undang ini pun mempertimbangkan berbagai kemungkinan situasi.
“Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sudah mempersiapkan ini. Saya lihat mereka membahasnya lebih hati-hati. Bisa saja digugat, tapi tidak perlu khawatir ini akan batal,” kata Agus. (Baca: Pemerintah Akan Tetapkan Tujuh Bank Penampung Tax Amnesty).