Laut Cina Memanas, Kontraktor Migas Diminta Buka Kantor di Natuna

Sekretariat Kabinet
Presiden memimpin rapat terbatas tentang keamanan Laut Natuna di atas KRI Imam Bonjol 383, Kamis (23/6).
27/6/2016, 09.53 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meminta para kontraktor minyak dan gas membangun kantor di sekitar wilayah Natuna. Hal ini seiring dengan memanasnya ketegangan di Laut Cina Selatan setelah ditembaknya kapal Cina yang memasuki daerah tersebut.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Energi Sujatmiko mengatakan saat ini kontraktor yang memiliki ladang minyak dan gas bumi di sekitar Natuna masih banyak berkantor di Jakarta. “Nantinya kantor untuk mendukung kegiatan operasi migas didorong untuk pindah atau dibangun di Natuna,” kata dia kepada Katadata, akhir pekan lalu.

Kementerian Energi mencatat di sekitar Kepulauan Natuna terdapat 16 blok migas. Terdiri dari lima blok sudah berproduksi dan 11 blok masih dalam tahap eksplorasi. (Baca: Bertebar Ladang Migas, Jokowi Akan Perkuat Keamanan Natuna).

Untuk wilayah cekungan Blok East Natuna saja ada beberapa blok yaitu Blok South Natuna Sea Block B, Blok Natuna D-Alpha, Blok Tuna, Blok NE Natuna, Blok North Sokang, Blok East Sokang, Blok South Sokang, dan Blok Sokang. Menurut Data Komite Eksplorasi Nasional (KEN), total cadangan dari delapan wilayah kerja di cekungan East Natuna terdiri dari penemuan gas yang sudah terbukti sebesar 47,2 triliun kaki kubik (TCF) dan 318,39 juta tangki barel (MMSTB) minyak.

Sedangkan untuk sumber daya dari lapangan yang sudah dilakukan pengeboran atau post drill dari delapan wilayah kerja tersebut, cadangannya mencapai  328,17 MMSTB. Cadangan yang dihitung dari area yang belum dilakukan pengeboran (drillable) di wilayah East Natuna mencapai 1,2 TCF gas dan 41,3 miliar tangki barel (BSTB) minyak.

Dengan sumber daya sebesar itu menurut Sujatmiko adanya  kantor di Natuna diharapkan meningkatkan pengembangan wilayah dan perekonomian lokal di sana. “Ini bentuk implementasi membangun dari pinggir dan pulau-pulau terdepan sebagai beranda Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar dia. (Baca: Usai Dikunjungi Jokowi, Pemerintah Kembangkan Transportasi Natuna).

Meski ketegangan di Natuna masih memanas, Sujatmiko menilai saat ini belum mengganggu kegiatan hulu migas. Para kontraktor masih beroperasi dan berproduksi seperti biasanya. 

Langkah membangun kantor di Natuna juga sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo. Paskapenembakan kapal Cina tersebut, Jokowi  langsung meninjau langsung kepualauan Natuna dengan mendatangi KRI Imam Bonjol–383 yang sedang patroli di perairan Natuna pada 23 Juni 2016. (Baca: Kenapa Kapal Cina Incar Natuna?).

Dalam rapat terbatasnya di atas kapal tersebut, Jokowi meminta kemampuan TNI dan Bakamla dalam menjaga laut harus lebih ditingkatkan, baik dalam hal kelengkapan teknologi radar maupun kesiapannya. Dalam rapat tersebut, Jokowi menegaskan bahwa pengembangan Natuna harus menjadi prioritas utama pemerintah. Ini akan mendukung rencana menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. 

Kepulauan Natuna dianggap strategis karena merupakan wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Malaysia, Vietnam, dan Kamboja. Daerah ini juga menjadi jalur utama pelayaran laut dunia terutama bagi kapal-kapal yang hendak menuju Hongkong, Jepang, dan Korea. (Baca: Perpanjangan Blok Natuna, di Antara Kepentingan Amerika dan Cina).