PT Pertamina EP Cepu berharap pemerintah menanggung selisih harga gas dari Lapangan Jambaran Tiung Biru. Dengan begitu, bisa menyelesaikan alotnya proses negosiasi jual-beli gas dari lapangan itu antara Pertamina EP dengan PT Pupuk Kujang Cikampek.
Direktur Utama Pertamina EP Cepu Adriansyah mengatakan, patokan harga gas Tiung Biru di hulu sebesar US$ 8 eskalasi dua persen per mmbtu. Harga ini sesuai dengan proposal rencana pengembangan lapangan atau Plan of Development (PoD) Lapangan Jambaran Tiung Biru yang sudah disetujuioleh pemerintah. (Baca: Gas Belum Laku, Proyek Tiung Biru Segera Diresmikan Jokowi)
Di lain pihak, Pupuk Kujang menginginkan harga yang lebih rendah, yaitu US$ 7 per mmbtu. Namun, Adriansyah menegaskan, Pertamina tidak bisa menurunkan harga karena terkait dengan besaran belanja modal untuk mengembangkan blok tersebut. Selain itu, harganya disesuaikan dengan harga pasar. Jadi jika harga berubah dikhawatirkan akan mengganggu proyek Tiung Biru.
Solusinya adalah pemerintah menanggung selisih harga tersebut dengan memgambil bagiannya. "Jadi bagian pemerintah dipakai untuk mengkompensasi ketidakmampuan Pupuk Kujang Cikampek untuk membeli gas sesuai dengan harga keekonomian,” kata Adriansyah kepada Katadata, Kamis (23/6).
Kalau solusi itu pun tidak bisa dilakukan, Adriansyah memberikan opsi kepada Pupuk Kujang untuk mencari sumber lain pasokan gas dari lapangan yang berbeda di Blok Cepu. Langkah ini bisa ditempuh karena jadwal proyek Pupuk Kujang dengan Tiung Biru sebenarnya berbeda. Proyek Tiung Biru ditargetkan berproduksi tahun 2019, sementara proyek Pupuk Kujang baru rampung 2021.
Jika harus menunggu hingga 2021, Adriansyah mengatakan, Pertamina akan menanggung kerugian selama dua tahun. “Kami beri mereka opsi untuk ambil gas Tiung Biru sekarang atau gas dari lapangan lain di Blok cepu yang akan kita kembangkan setelahnya,” ujar dia. (Baca: Pengembangan Lapangan Jambaran Disetujui, Negara Bisa Terima Rp 80 Triliun)
Opsi tersebut sebenarnya menyalahi perjanjian jual-beli yang sudah disepakati. Dalam perjanjian tersebut, kalau Pupuk Kujang tidak mampu menyerap gas Tiung Biru maka Pertamina bersedia menjadi swing buyer atau menyerap alokasi Pupuk Kujang.
Masalahnya, jika Pertamina harus menyerap alokasi tersebut, maka ada beberapa kendala yang dihadapi. Harga minyak yang terus turun membuat harga gas Tiung Biru menjadi kurang kompetitif. Kondisi ini mengakibatkan Pertamina sebagai induk perusahaan Pertamina EP tidak bersedia menjadi swing buyer. “Bahkan Pertamina meminta meninjau ulang lagi harganya,” ujar Adriansyah.
Kondisi tersebut sudah pernah dibicarakan dengan pemerintah. “Kami cuma diminta untuk mencoba optimisasi belanja modal, dengan harapan Pertamina Persero bisa menjadi swing buyer lagi,” ujar dia. (Baca: Dua Opsi Penyelesaian Jual-Beli Gas Tiung Biru di Blok Cepu)
Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agus Cahyono mengatakan, sampai saat ini pemerintah terus mencari jalan keluar persoalan tersebut. “Jambaran Tiung Biru sedang dalam proses pembahasan intensif. Setelah ada putusan akan segera diumumkan,” ujar dia.