Keinginan ExxonMobil untuk menggenjot produksi minyak di Blok Cepu hingga 200.000 barel per hari (bph) tidak bisa terealisasi. Alasannya, rencana tersebut tidak dikabulkan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Kepala Humas SKK Migas Taslim Z.Yunus mengatakan dalam rencana pengembangan lapangan atau Plan of Development (PoD) dan analisis dampak lingkungan (AMDAL), ExxonMobil Cepu Ltd hanya boleh berproduksi maksimal 165.000 barel per hari (bph). Untuk itu, Exxon tidak boleh memproduksi lebih dari itu. "Jadi sesuai dengan PoD dan AMDAL-nya," ujarnya kepada Katadata, Jumat (10/6). (Baca: Rencana Peningkatan Produksi Blok Cepu Terganjal Izin Lingkungan)
Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi mengatakan pihaknya sudah mengirimkan surat balasan kepada ExxonMobil, yang isinya menolak permohonan penambahan produksi Blok Cepu. Ada beberapa alasan yang disampaikan SKK Migas, terkait penolakan ini.
Dari segi perhitungan di bawah permukaan atau subsurface. Jika produksi ditingkatkan hingga 200.000 bph, maka masa puncak produksinya akan semakin pendek. Apalagi fasilitas produksi di lapangan minyak ini kapasitasnya hanya 185.000 bph.
“Kalau lebih tinggi lagi produksinya, ada unsur flare atau gas suar bakar,” kata dia usai menghadiri rapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (8/6).
Sementara Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil Indonesia Erwin Maryoto mengatakan pihaknya akan tetap mengikuti keputusan SKK Migas. "Kami sesuaikan dengan kemampuan produksi yang ada, saat ini kapasitas produksi Cepu 185.000 barel per hari," kata dia kepada Katadata, Jumat (10/6). (Baca: Blok Cepu Digenjot, SKK Migas Khawatir Cadangan Cepat Habis)
Untuk informasi, sejak Januari 2016 hingga Mei 2016, rata-rata lifting minyak di Blok Cepu hanya 148 ribu bph. Angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar 161.100 bph.
Pemerintah meningkatkan target liftingnya dalam draf perubahan APBN 2016 menjadi 163.900 bph. Padahal secara nasional target lifting yang diajukan pemerintah dalam draf APBN-P tahun ini lebih rendah dari sebelumnya.
Dalam draf yang diajukan pemerintah ke DPR beberapa waktu lalu, target lifting minyak nasional hanya 810.000 bph. Padahal sebelumnya, pemerintah memprediksi lifting bisa mencapai 830.000 bph. Untuk realisasi dari Januari 2016 hingga Mei 2016, secara rata-rata hanya 808.000 bph.
Tidak hanya lifting minyak, pemerintah juga menurunkan lifting gas dari 6.470 juta kaki kubik per hari (mmscfd) menjadi 6.244 mmscfd. Adapun realisasi rata-rata sejak Januari hingga Mei 2016, meningkat dan berhasil menembus 6.642 mmscfd.
Menurut Amien perubahan target lifting ini karena adanya gejolak harga minyak dunia. Ini berpengaruh pada harga rata-rata minyak Indonesia (ICP) yang juga ikut melemah. Asumsi ICP untuk APBN 2016 sebesar US$50 per barel sudah tidak relevan, karena sampai saat ini rata-rata bulanan belum pernah mencapai harga itu. Hingga Mei 2015, rata-rata ICP hanya US$ 35,40 per barel. (Baca: Capai Target Lifting 2016, SKK Migas Bertumpu pada Blok Cepu)
Perubahan asumsi ini akan berpengaruh terhadap aktivitas kontraktor. Produksi dan lifting yang dikerjakan kontraktor migas juga berubah. “Kalau harga US$40, hitung-hitungannya yang tadinya mengebor 200 sumur, jadi cuma 150 sumur,” ujarnya.