Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan perubahan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) menjadi US$ 40 per barel dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016. Angka ini lebih tinggi dari usulan yang diajukan oleh Menteri Keuangan dalam draf Rancangan APBN Perubahan 2016 sebesar US$ 35 per barel.
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, revisi ICP dilakukan karena sejak awal tahun hingga Mei lalu rata-rata harganya hanya US$ 34,50 per barel. Artinya, pencapaian tersebut masih di bawah asumsi harga ICP dalam APBN 2016 sebesar US$ 50 per barel.
Namun, harga ICP dalam sebulan terakhir cenderung meningkat. Pada Januari lalu, harga ICP masih US$ 27,49 per barel. Sedangkan per Mei lalu, harganya sudah melonjak menjadi US$ 44,68 per barel.
Salah satu penyebabnya adalah penurunan produksi minyak negara-negara non-OPEC. Berdasarkan publikasi International Energy Agency (IEA) Mei 2016, produksi minyak negara-negara non-OPEC pada April 2016 turun 0,125 juta barel per hari menjadi 56,6 juta barel per hari. (Baca: Produksi Turun, Harga Minyak Indonesia Melonjak 20 Persen)
Tren kenaikan harga inilah yang menjadi pertimbangan Sudirman mengusulkan harga ICP lebih tinggi dari draf RAPBN Perubahan 2016. Apalagi, saat pertemuan OPEC pekan lalu, diprediksi akan ada keseimbangan harga baru. “Suatu saat akan ada satu puncak permintaan minyak,” kata dia saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII di Kompleks DPR, Jakarta, Rabu (8/6).
Dalam pertemuan OPEC, Arab Saudi sudah menyatakan tidak akan membanjiri pasar dunia dengan produksi minyaknya. Arab Saudi dan aliansinya di kawasan Teluk telah berusaha mengajukan usulan kepada OPEC untuk mengakomodasi kepentingan setiap anggotanya. (Baca: OPEC Tanpa Keputusan, Harga Minyak Tembus US$ 50 per Barel)
Namun, Sudirman mengatakan asumsi harga minyak yang lebih tinggi tidak selalu baik karena beban impor semakin meningkat. Mengingat saat ini produksi dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan domestik. Hingga April lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor minyak mentah Indonesia mencapai 1,7 juta ton. (Baca: Peningkatan Kapasitas Kilang Picu Lonjakan Impor Minyak Mentah)
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan penurunan asumsi ICP menyebabkan adanya potensi penerimaan negara yang hilang. Namun, harga minyak mentah dunia yang terus bergejolak membuat Kementerian Keuangan menetapkan ICP sebesar US$ 35 per barel. “Tapi penurunan harga minyak ada penurunan penerimaan kalau ditotal hampir Rp 90 triliun,” ujar dia.