Pemerintah terus mematangkan proses pembentukan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang minyak dan gas bumi (migas). PT Pertamina (Persero) didapuk sebagai induk usaha, sedangkan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Pertamina Gas (Pertagas) menjadi anak usahanya. Namun, skemanya PGN akan mengakuisisi seluruh saham Pertagas agar tidak ada tumpang tindih dalam pembangunan jaringan gas.
Deputi bidang Usaha Energi, Logistik, dan Kawasan Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah mengatakan, pembentukan induk usaha migas ini diawali dengan tahap akuisisi Pertagas, anak usaha Pertamina, oleh PGN. Untuk membiayai hajatan tersebut, PGN akan terlebih dahulu menerbitkan saham baru alias right issue. “Saham Pertagas akan diberikan ke PGN,” kata dia beberapa hari lalu.
Sekadar informasi, saat ini pemerintah memiliki 57 persen saham PGN, dan sisanya dimiliki oleh publik. Jika mengacu nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp 62,18 triliun, maka nilai kepemilikan saham pemerintah tersebut sekitar Rp 35,44 triliun.
Setelah Pertagas melebur ke dalam PGN melalui skema akuisisi, barulah PGN dialihkan menjadi anak usaha Pertamina sebagai holding BUMN migas. Semua saham PGN yang dimiliki pemerintah akan dialihkan kepada Pertamina melalui skema inbreng.
(Baca: Menteri Rini Putuskan PGN Akan Jadi Anak Usaha Pertamina)
Dengan skema tersebut, Edwin berharap tidak ada lagi investasi pipa gas yang tumpang tindih antara PGN dan Pertagas. “Kalau kami lihat jalur pipa Pertamina, Rp 15 triliun bisa diinvestasikan ke PGN. Itu lebih efisien kan biayanya,” ujar dia.
Rencana pembentukan induk usaha BUMN ini juga didukung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, adanya holding akan mempercepat pembangunan infrastruktur sektor energi. “Pembangunan infrastruktur bisa masif,” kata dia dikutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Migas, Kamis (21/4). (PGN Akan Bangun Pipa Gas 1.680 Kilometer)
Hingga tahun 2030, Kementerian ESDM rencananya akan membangun infastruktur gas sebesar US$ 24,8 miliar dengan perincian: pembangunan pipa sebesar US$ 12 miliar, liquefaction US$ 1,3 miliar, SPBG US$ 1,93 miliar, regasifikasi US$ 6,1 miliar, gas kota sebesar US$ 2,2 miliar dan LPG US$ 0,4 miliar.
Meski sudah ada wacana holding tersebut, Presiden Direktur Pertagas Hendra Jaya belum mau berkomentar. “Saya belum mengetahui skenario itu,” kata dia kepada Katadata, Kamis (21/4). Sementara pihak PGN juga tidak merespon rencana tersebut meski Katadata sudah berusaha menghubungi Direktur Strategi dan Pengembangan Binis PGN M. Wahid Sutopo melalui pesan singkat.
Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Azam Azman juga mengaku belum mengetahui rencana pembentukan induk usaha BUMN migas. Padahal, sebelum menerbitkan Peraturan Pemerintah, seharusnya Menteri BUMN bisa berkoordinasi dengan DPR. “Rini Soemarno (Menteri BUMN) tidak bisa melaksanakan itu sebelum ada pembicaraan dengan Komisi VI,” ujar Azman. (Baca: Peraturan Pemerintah tentang Induk Usaha BUMN Segera Terbit)
Namun, dia mengakui, pembicaraan dengan Menteri BUMN saat ini memang masih menjadi kendala. Salah satu penyebabnya adalah surat pimpinan DPR yang melarang Rini untuk menghadiri rapat di DPR. Untuk itu, dia meminta agar pimpinan DPR segera mencabut surat larangan tersebut. Jika tidak maka bisa menghalangi kerja Komisi VI.