Disebut Punya Perusahaan Offshore, Pertamina Klaim Patuh Pajak

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Arnold Sirait
5/4/2016, 18.58 WIB

Beberapa hari terakhir, publik dikejutkan oleh peredaran dokumen bertajuk "Panama Papers". Dokumen ini memuat daftar sejumlah perusahaan atau orang yang memiliki rekening atau perusahaan offshore di negara-negara yang memberlakukan pajak murah. Hingga kini, organisasi wartawan investigasi global yakni International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) yang menggarap Panama Papers, belum merilis daftar nama orang dan perusahaan asal Indonesia.

Namun, jika mengacu kepada data proyek investigasi "Offshore Leaks" yang dirilis ICIJ tahun 2013, ada lebih 2.900 nama orang dan perusahaan asal Indonesia yang memiliki rekening dan perusahaan offshore. Salah satunya adalah PT Pertamina (Persero).

(Koreksi: Sebelumnya ditulis, Dokumen ini memuat daftar sejumlah perusahaan atau orang yang diduga berusaha menyembunyikan hartanya dari kejaran aparat pajak. Tidak hanya perusahaan swasta, nama PT Pertamina juga terseret dalam dokumen tersebut).

Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro enggan menjelaskan tujuan Pertamina mendirikan perusahaan khusus dengan tujuan tertentu atau Special Purpose Vehicle (SPV) di negara surga pajak tersebut. Saat ini, perusahaan masih mengkaji dokumen yang bocor ke jaringan jurnalis internasional ini. “Harus kami teliti mendalam. Data tahun berapa dan apa maksud data tersebut,” kata Wianda kepada Katadata, Selasa (5/4).

Meski begitu, Wianda menolak jika Pertamina disebut sebagai perusahaan pengemplang pajak dengan mendirikan usaha di negara tax haven. Menurutnya, Pertamina selalu patuh membayar pajak. Pada 2014, Badan Usaha Milik Negara energi ini menyetor pajak Rp 65 triliun. Setahun kemudian nilainya meningkat menjadi Rp 72,5 triliun. (Baca: Unit Khusus Pajak Telisik Ribuan Nama WNI dalam Panama Papers).

Seperti diketahui, organisasi wartawan investigasi global yakni International Consortium of Investigative Journalists telah merilis dokumen bertajuk Panama Papers secara serentak di seluruh dunia pada Senin kemarin. Dokumen yang bersumber dari bocoran data firma hukum Mossack Fonseca di Panama ini menghebohkan dunia. Sebab, isinya menyangkut 11,5 juta dokumen daftar klien Fonseca dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yang diduga sebagai upaya untuk menyembunyikan harta dari endusan aparat pajak di negara masing-masing.

Di dalam daftar tersebut, terdapat nama-nama politisi, bintang olahraga, dan selebriti yang menyimpan uang mereka di berbagai perusahaan cangkang di luar negeri. Tercatat, dokumen Panama Papers masuk dalam file sebesar 2,6 terabyte (TB). Perinciannya, ada 4,8 juta e-mail, 3 juta database, 2,1 juta dokumen PDF, 1,1 juta foto, 320 ribu dokumen teks, dan 2.000-an file lainnya. (Baca: 6.000 Orang Indonesia Simpan Uangnya di Satu Negara).

Menanggapi beredarnya dokumen tersebut dan masuknya beberapa nama dari Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akan menugaskan unit khusus untuk menganalisa ribuan nama orang Indonesia dalam dokumen “Panama Papers”. Data dalam dokumen itu akan diselaraskan dengan informasi yang dimiliki DJP dari otoritas pajak negara lain. Kalau ada ketidaksesuaian dengan pelaporan selama ini maka akan dilakukan penindakan terhadap wajib pajak tersebut.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan pemerintah telah memiliki data resmi orang Indonesia yang memiliki rekening di luar negeri dan atau mendirikan perusahaan khusus dengan tujuan tertentu (SPV) di berbagai negara. Sumbernya berasal dari perbankan dan otoritas keuangan negara-negara tersebut. “Data kami dari sumber resmi, bukan dari sumber yang sama (dengan Panama Papers),” kata Bambang.

Sedangkan data orang-orang Indonesia yang memiliki SPV dalam Panama Papers tersebut akan digunakan sebagai pelengkap data resmi Direktorat Pajak. Sebab, Bambang mengakui, data yang dimiliki pemerintah masih terbatas sumbernya dari beberapa negara saja.(Baca: Hindari Pajak Indonesia, Lari ke Negara Tax Haven).

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan Direktorat Jenderal Pajak juga akan memanggil nama-nama wajib pajak yang masuk dalam dokumen tersebut. Kalau dalam tahapan klarifikasi itu si pembayar pajak tidak memberi keterangan dengan jelas dan enggan memperbaiki SPT maka memasuki tahapan pemeriksaan.

Kontributor: Desy Setyowati

Reporter: Arnold Sirait