KATADATA - Langkah Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengumumkan rencana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja Inpex Corporation menuai kritik. Berbagai tudingan ditujukan ke Amien, mulai dari dianggap sebagai juru bicara perusahaan asing sampai dengan anggapan sedang menekan Presiden Joko Widodo.
Ketua Bidang Energi Seknas Jokowi Tumpak Sitorus menilai Amien tidak memiliki visi Nawacita Presiden Joko Widodo. Sebagai Kepala SKK Migas, seharusnya Amien bisa melarang Inpex Corporation dan Shell melakukan PHK seperti yang pernah dilakukan terhadap Chevron Indonesia. Apalagi dalam kontrak kerja sama Kepala SKK Migas memiliki hak untuk mencegahnya, karena kontraktor harus mendapat persetujuan SKK Migas atas pemutusan hubungan pekerja. "Kepala SKK Migas bukan corong Inpex untuk mengumumkan pemecatan pekerja. Dia harusnya cari solusi,” kata Tumpak dalam keterangan resminya, Kamis, 17 Maret 2016. (Baca: Nasib Blok Masela Tak Jelas, Inpex Ancam Pangkas Karyawan)
Kemarin malam, Amien Sunaryadi mengatakan telah menerima surat dari Inpex pada 11 Maret 2016 perihal rencana pengurangan karyawan. Tidak tanggung-tanggung, Inpex hendak mem-PHK hingga 40 persen pegawainya yang bekerja di Masela. Saat ini jumlah pegawai Inpex di Masela sekitar 350 sampai 400 orang. Langkah Inpex dipicu oleh pemerintah yang tidak kunjung memutuskan rencana pengembangan Blok Masela: hendak membangun kilang LNG terapung (FLNG) atau kilang LNG di darat (onshore).
Shell yang memiliki hak pengelolaan 35 persen di blok tersebut juga akan melakukan hal serupa. Presiden Direktur Shell bahkan sudah memberitahukan kepada para teknisinya untuk segera mencari pekerjaan baru. Jumlah teknisi yang bekerja untuk Shell sebanyak 43 orang dari berbagai negara. Rinciannya, sembilan di Jakarta, sembilan di Kuala Lumpur, dan 25 orang di Belanda.
Atas pengumuman ini, penasihat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Ronnie Higuchi Rusli menganggap Amien layaknya juru bicara Inpex atau Shell. Rencana dua kontraktor untuk mem-PHK juga dinilai tidak ada hubungannya dengan pemilihan skema pengembangan Blok Masela. PHK karyawan itu merupakan hak dari Inpex atau Shell untuk memutuskan berapa pegawai yang dibutuhkan untuk jenis kilang yang akan diputuskan Presiden Jokowi.
Karenanya, menurut Ronnie, ancaman Inpex atau Shell akan melakukan pemecatan tidak perlu ditakuti. Apalagi PHK oleh Shell hanya terhadap pegawai asing yang akan membangun kapal untuk kilang di laut. “Presiden pasti tidak akan mempedulikan ancaman itu. Apalagi 90 sampai 100 orang yang akan di PHK itu ekspatriat semua,” kata dia kepada Katadata.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Energi and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menuding sikap Amin seolah ingin menyudutkan Keputusan Presiden Jokowi terhadap Blok Masela. Amien juga dinilai gagal memahami pesan Jokowi. Keputusan Blok Masela tidak kunjung diambil karena Jokowi meminta kepada menterinya untuk mengkaji skema Blok Masela yang memberikan manfaat paling besar bagi negara dan masyarakat sekitar Malauku. (Baca: Gubernur Maluku Minta Hentikan Kegaduhan Blok Masela)
Dia menyarankan Amien tidak perlu tergesa mengeluarkan pernyataan terkait informasi dari Inpex dan Shell ke ruang publik. Lebih baik dibahas dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Mentri Koordinator Kemaritiman. “Sesuai tupoksinya untuk mendapat solusi yang baik dan sejuk, kecuali ingin membentuk persepsi di publik semua penundaan proyek ini disebabkan oleh kelompok penentang pembangunan kilang pengolahan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di laut,” ujar dia.
Penilaian miring juga dilontarkan Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara. Dia menilai tindakan Amien lebih menyuarakan kepentingan kontrator Blok Masela dibanding kepentingan negara. SKK Migas telah menggunakan ruang publik untuk meminta Presiden Jokowi segera menyetujui revisi pengembangan Blok Masela dengan skema membangun kilang di laut atau offshore, sesuai yang direkomendasikan oleh SKK Migas beserta Inpex dan Shell. (Baca: Seteru di Balik Kisruh Pengembangan Blok Masela).
Semestinya, kata Marwan, SKK Migas paham bahwa skema offshore atau onshore Blok Masela belum diputuskan Jokowi karena ada perbedaan pendapat yang tajam antara Kementerian Energi yang memilih offshore dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman yang memilih onshore. Seharusnya proses pengambilan keputusan dilakukan oleh Presiden dan anggota kabinet tanpa diintervensi oleh pejabat atau lembaga negara lain. “Presiden Jokowi harus membebaskan pengambilan keputusan dari berbagai intervensi dari berbagai pihak di luar pemerintahan,” ujar Marwan.
Terhadap berbagai tudingan tersebut, Amien Sunaryadi belum memberi response. Hingga berita ini diturunkan, dia tak menjawab konfirmasi Katadata. Amien hanya membaca pesan pendek yang dikirm Katadata melalui WhatsApp.