KATADATA – Sebagai Ibukota negara Indonesia, DKI Jakarta terus mendapat sorotan akibat permasalahan-permasalahan yang tidak juga bisa diselesaikan. Salah satu permasalahan yang kerap melanda ibukota ini adalah banjir. Hampir setiap tahunnya, penduduk Jakarta dilanda kebanjiran, salah satu penyebabnya adalah penurunan permukaan tanah.
Staf Khusus Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Firdaus Ali memperkirakan dalam waktu jangka waktu 34 tahun ke depan wilayah Jakarta akan tenggelam. Prediksinya mengacu pada asumsi penurunan permukaan tanah rata-rata 16 sentimeter (cm) per tahun. Pada periode 2007-2008 kecepatan penurunan permukaan tanah di Jakarta berada pada rentang 1-26 cm.
Saat 2008, ketinggian tanah di Jakarta Pusat pada titik poin Monumen Nasional (Monas) hanya 4,9 meter di atas permukaan laut, sedangkan di daerah selatan mencapai 6,9 meter. Dengan asumsi laju penurunan tanah 16 cm selama 34 tahun, pada 2050 semua wilayah Jakarta akan tenggelam.
Salah satu penyebab penurunan ini adalah penggunaan air tanah yang berlebihan, sehingga aliran air di bawah tanah kosong dan tanah di atasnya pun turun. Untuk memperlambat ancaman tenggelamnya Jakarta, dia mengimbau agar masyarakat Jakarta berhenti menggunakan air tanah. (Baca: Bangun Bendungan, Pemerintah Pertimbangkan Suntik Modal BUMN)
"Untuk menghindari Jakarta tenggelam, maka hentikan pengambilan air tanah. Karena kalau tanah sudah turun, maka tidak dapat diapa-apakan lagi,"ujar Firdaus saat diskusi 'Penurunan Tanah & Kenaikan Air Laut, Ancaman Terhadap Jakarta'. Acara ini digelar dalam rangka peresmian Gedung OLVEH, oleh Sarasvati Art Communication and Publication, yang juga bekerjasama dengan Katadata sebagai media partner, di Kota Tua, Jakarta, Kamis (17/3).
Saat ini ada 12,5 juta jiwa yang membutuhkan air di Jakarta yang luasnya hanya 622 kilometer (km). Sementara yang bisa terlayani oleh air bersih lewat sambungan pipa perusahaan air minum (PAM) hanya 54 persennya saja. Masih ada sekitar 4,6 juta jiwa yang menggunakan air tanah.
Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk menghindari tenggelamnya Jakarta dengan rencana reklamasi dan pembangunan tanggul laut. Mega proyek tanggul laut raksasa ini dinamakan Proyek Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Tanggul ini bertujuan mencegah air laut masuk ke daratan Ibukota. (Baca: Studi Tanggul Laut Raksasa Dapat Hibah dari Korea dan Belanda)
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengkritisi upaya reklamasi dan pembangunan tanggul raksasa untuk mengatasi permasalahan Jakarta. “Waktu rapat saya bilang, beli tanah di Tangerang atau Jawa Barat untuk resapan air,” ujarnya mengawali diskusi tersebut.
Mengenai ancaman tenggelamnya Ibukota, dia mengatakan sudah menyadarinya sejak 15 tahun lalu. Susi yang mengaku sebagai aktivis lingkungan ini pernah mempelajari permasalahan banjir dan tanah di Jakarta. Dia menganggap selama ini Jakarta didesain untuk digenangi air.
“Penataan air di Jakarta tidak menggunakan eco-engineering. Jadi kalau banjir, sungai diluruskan, disodet, ditanggul, itu saja. Tidak ada penyelelesaian secara meluruh. Harusnya ada penyelesaian di hulu,” ujarnya.