Harga Gas Kilang Tangguh Berpotensi Turun

Arief Kamaludin|KATADATA
(Arief Kamaludin | KATADATA)
Penulis: Arnold Sirait
17/3/2016, 10.42 WIB

KATADATA - Rendahnya harga minyak dunia dalam setahun terakhir turut mengerek penurunan harga gas bumi. Begitu pula dengan harga gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) dari Kilang Tangguh di Papua, yang berpotensi turun.

Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agus Cahyono mengatakan, selama harga minyak dunia masih rendah maka harga gas alam cair juga akan mengikutinya. Apalagi, Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 tahun 2016 menyatakan, harga gas dalam negeri wajib mempertimbangkan harga bahan bakar atau energi substitusi.

Namun, Agus masih enggan membicarakan harga gas yang berasal dari Kilang Tangguh Train 3. Sebab, pemerintah masih membahas formula harganya. Dengan harga gas yang baru diharapkan dapat menggairahkan pasar LNG. Apalagi, saat ini BP Berau sebagai operator Proyek Tangguh LNG masih mencari calon pembeli gas alam cair dari Train 3 Tangguh.

Harga gas untuk dalam negeri memang kerap menjadi kendala beberapa proyek gas. Kontraktor dan calon pembeli kesulitan menemukan titik harga yang akan digunakan. Harga gas dalam negeri saat ini dianggap mahal oleh pembeli. Hal ini lah yang menjadi penyebab serapan gas jatah dalam negeri rendah. Padahal pemerintah menargetkan 40 persen gas Tangguh Train III terserap di dalam negeri.

(Baca: SKK Migas Tambah Alokasi Gas Dalam Negeri)

Kapasitas produksi LNG dari Train 3 ini diproyeksikan sebanyak 3,8 juta ton per tahun (million tons per year/mtpa). Calon pembeli terbesar yang sudah menyatakan komitmennya hanya PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Sayangnya, PLN belum bisa memastikan jumlah gas yang bisa diserapnya saat kilang tersebut mulai beroperasi pada 2020 nanti.

Pengembangan kawasan industri di Teluk Bintuni, Papua, sebenarnya bisa menjawab permasalahan proyek Kilang Tangguh. Saat ini, kawasan industri tersebut masih sangat membutuhkan gas. Alokasi gas yang dibutuhkan untuk pabrik pupuk dalam pengembangan kawasan industri Teluk Bintuni pada tahap awal mencapai 180 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Untuk tahap II akan dibangun industri petrokimia yang membutuhkan pasokan gas sebanyak 200 mmscfd.

(Baca: Kawasan Industri Teluk Bintuni Terganjal Pasokan Gas Tangguh)

Total pasokan gas yang dibutuhkan di kawasan industri tersebut mencapai 380 mmscfd. Sedangkan produksi gas dari setiap Kilang Tangguh sekitar 600 mmscfd. Artinya, untuk kawasan industri Teluk Bintuni saja, sudah bisa menyerap 63 persen produksi satu train Kilang Tangguh. Jumlahnya lebih besar dari keinginan pemerintah untuk mengalokasikan 40 persen gas hasil produksi Kilang Tangguh untuk pasar domestik.

(Baca: Pemerintah Janjikan Penyelesaian Train 3 Tangguh Sebelum Juni 2016)

Walau membutuhkan pasokan gas, kawasan industri Teluk Bintuni saat ini masih menunggu perhitungan harga jual yang dibuat oleh BP Berau. Saat ini, BP Berau melakukan proses sertifikasi data cadangan gas yang ditargetkan rampung April mendatang. Setelah itu, BP Berau akan segera menentukan harga gas untuk industri.

Menanggapi hal tersebut, Agus mengatakan pemerintah tidak akan memaksa jika memang pasar di dalam negeri tidak bisa menyerap alokasi gas tersebut. Mengacu kontrak bagi hasil, mengatur jatah migas untuk kontraktor dari suatu wilayah kerja migas. Jatah tersebut tidak harus dijual ke dalam negeri. “Kalau memang domestik tidak ada yang bisa menyerap, tidak bisa dipaksa beli,” ujarnya, seusai menghadiri acara diskusi tentang gas di Jakarta, Rabu (16/3).

Reporter: Anggita Rezki Amelia