KATADATA - Tren penurunan harga minyak mentah sejak pertengahan 2014 hingga menyentuh level US$ 32 per barel pada awal Februari lalu menjadi tantangan berat bagi industri minyak dan gas bumi (migas). Asosiasi perusahaan migas Indonesia atau Indonesian Petroleum Association (IPA) meminta adanya perubahan paradigma seluruh pemangku kepentingan industri ini karena berpotensi mengancam ketahanan energi nasional.
Dari sisi ketahanan energi, rendahnya harga minyak menyimpan tantangan jangka panjang. Kegiatan eksplorasi dan produksi yang menurun mengakibatkan cadangan minyak Indonesia tak bertambah. Padahal, di sisi lain, harga minyak yang rendah memicu peningkatan konsumsi energi.
Kondisi inilah yang akan menjadi fokus utama hajatan tahunan IPA “The 40th Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition (IPA CONVEX) 2016”. Acara yang mengangkat tema “Shifting Paradigms in Indonesia. Supplying Energy in the New Reality” ini akan diselenggarakan pada 25-27 Mei mendatang di Jakarta.
“Kami menyadari pentingnya dialog di antara seluruh pemangku kepentingan untuk menemukan kesamaan pandangan, terutama dalam menghadapi tantangan-tantangan masa depan industri migas di Indonesia yang semakin berat,” ujar Chairperson IPA CONVEX 2016, Marudut Manullang, dalam siaran pers IPA, Selasa (1/3). Dengan begitu, para pemangku kepentingan industri migas dapat menemukan solusi dari permasalahan tersebut.
Di sisi lain, IPA mengapresiasi sejumlah upaya perbaikan yang dilakukan pemerintah selama setahun terakhir. Antara lain pemangkasan perizinan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pemerintah juga mengeluarkan sejumlah kebijakan di sektor migas, terutama kemudahan dalam pembangunan kilang.
(Baca: Proses Izin Enam Proyek Migas Strategis Bisa Lebih Cepat)
Seperti diketahui, sejak Agustus tahun lalu telah 42 jenis izin migas di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dialihkan ke BKPM secara bertahap. Pada tahap pertama, Agustus 2015, 10 izin dilimpahkan. Tahap kedua pada 1 September 2015, ada 20 perizinan. Terakhir, tahap ketiga pada 1 Oktober 2015, sebanyak 12 perizinan dilimpahkan ke PTSP di BKPM. Pendelegasian ini berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 23 tahun 2015, yang tujuannya agar proses perizinan dapat lebih cepat.
(Baca: Perpres Kilang Terbit, Pemerintah Janjikan Insentif dan Jaminan)
Sementara itu, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri. Tujuannya untuk mempercepat pembangunan kilang minyak sehiungga bisa mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM). Beleid yang diteken akhir tahun lalu itumemuat skema pembangunan kilang minyak oleh pemerintah atau badan usaha. Ada dua cara pembangunan kilang oleh badan usaha. Pertama, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Kedua, melalui penugasan dengan pembiayaan pemerintah atau pembiayaan korporasi.
(Baca: Perizinan Dialihkan ke BKPM, Peminat Investasi Migas Tinggi)
IPA berharap berbagai upaya reformasi kebijakan itu dapat dilanjutkan dan ditingkatkan sehingga memberikan kepastian iklim investasi migas di Indonesia dan ketahanan energi tidak terganggu. President IPA Christina Verchere mengatakan, pihaknya selalu siap bekerjasama dengan pemerintah untuk merumuskan dan mengimplementasikan perubahan yang diperlukan. “Kami juga berharap untuk bekerjasama dengan pemerintah dalam merumuskan inisiatif lain agar industri migas bisa tetap mempertahankan kontribusinya dalam ketahanan energi di tengah situasi yang kurang menguntungkan,” katanya.
Sekadar informasi, IPA CONVEX merupakan konvensi dan pameran migas terbesar di Asia Tenggara. Dalam penyelenggaraan tahun sebelumnya, hadir sekitar 20.000 pengunjung, serta lebih dari 4.000 delegasi dan pembicara dari 26 negara. Termasuk pejabat pemerintah di sektor migas dari negara lain, serta CEO dari perusahaan-perusahaan terkemuka dunia dan perusahaan minyak independen dan perusahaan penyedia jasa untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan inovasi di industri.