Jelang Kontrak Habis, Blok Mahakam Tersisa Satu Rig

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Arnold Sirait
25/2/2016, 17.50 WIB

KATADATA - Tak genap dua tahun lagi, kontrak pengelolaan Total E&P Indonesie atas Blok Mahakam akan berakhir. Menjelang berakhirnya masa kontrak, penggunaan rig untuk aktivitas pengeboran blok di Kalimantan Timur tersebut semakin menyusut. Meski begitu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berharap hal ini tidak akan mengganggu produksi.

Kepala Bagian Humas SKK Migas Elan Biantoro mengatakan, salah satu penyebab pengurangan rig Total adalah usia Blok Mahakam yang sudah tua. Otomatis aktivitas pengeboran juga tidak banyak. “Jumlah rig-nya sudah menurun jauh karena sudah lama sumurnya,” kata dia kepada Katadata, Kamis (26/2). Sekadar informasi, Blok Mahakam mulai berproduksi pertama kali sejak 1974. 

(Baca: Awal Tahun, Lifting Minyak Hampir Capai Target 830 Ribu Barel)

Namun, Elan tidak menjelaskan secara rinci jumlah pengurangan rig tersebut. Sedangkan berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata, Total memang sudah mengurangi pengoperasian jumlah rig sejak 2000. Saat itu, jumlah rig yang dioperasikan Total sebanyak 11 unit. Sedangkan pada saat ini, Total hanya mengoperasikan tiga rig seiring penurunan produksi. Bahkan, per September mendatang, kemungkinan Total hanya akan mengoperasikan satu rig. Kemudian, pada awal 2017 tidak lagi mengoperasikan rig baru.

Meski penggunaan rig menurun, Elan yakin hal tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap produksi Blok Mahakam. Mengingat blok ini merupakan salah satu andalan pemerintah selama ini untuk menggenjot produksi siap jual (lifting) migas. Saat ini produksi minyak di Blok Mahakam sekitar 65 ribu sampai 67 ribu barel per hari (bph). Sementara target lifting minyak sepanjang 2016 harus mencapai 55.740 bph dan gas 1307 juta kaki kubik (mmscfd).

Untuk mempertahankan produksi, Elan mengatakan akan ada peningkatan kegiatan perawatan sumur (well service) dan kerja ulang sumur (workover). Ditopang dua kegiatan itu, kontraktor migas dapat lebih efisien karena tidak perlu lagi mengeluarkan dana yang besar. Pasalnya, kegiatan pengeboran membutuhkan biaya yang mahal. Apalagi harga minyak saat ini masih rendah. “Kami mau produksi tidak turun,” ujar dia.

(Baca: Total Kurangi Investasinya di Indonesia Tahun Depan)

Kontrak Blok Mahakam memang akan berakhir pada 2017. Pemerintah sudah memutuskan memberikan pengelolaan blok itu kepada PT Pertamina (Persero). SKK Migas dan Pertamina juga telah meneken kontrak bagi hasil yang baru pasca kontrak berakhir. Meski menyerahkan pengelolaan ke Pertamina, pemerintah tetap mengizinkan Total dan Inpex ikut serta mengelola Blok Mahakam dengan porsi kepemilikan maksimal 30 persen saham.

Hingga kini belum ada kesepakatan antara Pertamina, Total dan Inpex mengenai porsi pembagian saham. Pertamina masih menunggu keputusan kedua kontraktor tersebut, apakah akan ikut serta atau tidak. Jika ingin tetap mengelola Blok Mahakam, Pertamina menginginkan Total dan Inpex membayar bagian saham yang didapatkan. Untuk harga saham yang harus dibayarkan, Pertamina masih melakukan penilaian. Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam pernah mengatakan, pihaknya masih menghitung jumlah dan nilai aset Blok Mahakam. Total nilai aset itu yang bakal menjadi acuan dalam nenentukan harga saham Blok Mahakam.

(Baca: Total Negosiasikan Nilai Saham Blok Mahakam dengan Pertamina)

SKK Migas sebenarnya sudah menghitung nilai aset permukaan Blok Mahakam. Pada saat kontrak dengan Total E&P Indonesie berakhir pada 31 Desember 2017, nilai asetnya diperkirakan hanya tersisa US$ 3,45 miliar atau sekitar Rp 47 triliun. Dengan mengacu pada valuasi aset Blok Mahakam per tahun 2017 mendatang, maka kedua kontraktor migas tersebut harus membayar  US$ 1,03 miliar atau sekitar Rp 14,3 triliun kepada Pertamina.

Reporter: Anggita Rezki Amelia