KATADATA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah merampungkan peraturan mengenai pembagian jatah saham atau participating interest (PI) untuk pemerintah daerah di wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas). Dalam aturan ini, pemerintah membuka opsi kepada pemerintah daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mencari pendanaan dari badan usaha swasta.
Direktur Jenderal Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan, pemerintah daerah akan mendapat jatah 10 persen saham di blok migas melalui BUMD. Adapun BUMD itu harus 100 persen dimiliki oleh pemerintah daerah. Dari segi pendanaan, pemerintah daerah sebenarnya diharapkan mampu mandiri. Tapi jika memang pemerintah daerah tidak mampu mendanai kepemilikan saham tersebut, Kementerian ESDM mengizinkan untuk meminjam dari pihak swasta.
Padahal, semula tidak membuka peluang adanya pinjaman swasta untuk mendanai kepemilihan saham blok migas oleh pemerintah daerah. Kementerian ESDM hanya menyiapkan tiga alternatif sumber pendanaan untuk pemerintah daerah. Pertama, melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Kedua, bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Pertamina (Persero). Ketiga, bekerjasama dengan kontraktor yang mengelola blok tersebut.
(Baca: Tiga Alternatif Pendanaan Agar Pemda Dapat Saham Blok Migas)
Selain membantu pendanaan, Pertamina bahkan diizinkan bergabung dengan BUMD untuk mengelola saham tersebut. Dengan begitu, Pertamina dapat membimbing BUMD tersebut sesuai dengan pengalaman perusahaan milik negara itu mengelola industri migas. Apalagi, 100 persen saham Pertamina saat ini dimiliki oleh pemerintah.
Meski mengizinkan pemerintah daerah meminjam uang dari swasta, Kementerian ESDM menetapkan syarat. “Boleh meminjam dari swasta tetapi tidak boleh membagi saham,” kata Wiratmaja di Jakarta, beberapa hari lalu. Tujuannya agar blok tersebut dapat mendatangkan manfaat sepenuhnya bagi masyarakat daerah.
Poin penting lain dalam bakal peraturan menteri itu adalah, jatah saham pemerintah daerah tersebut akan diberikan setelah rencana pengembangan lapangan atau Plan of Development (PoD) I disetujui pemerintah. Kementerian ESDM nantinya juga akan menetapkan kriteria blok migas yang kepemilikan sahamnya bisa diserahkan pemda. Wiratmaja mengatakan, untuk wilayah teritorial laut sepanjang 0 sampai 4 mil laut maka saham partisipasi yang dikelola di wilayah tersebut menjadi kewenangan bagi kabupaten, kota atau provinsi. Sedangkan wilayah kerja migas sejauh lebih 12 mil merupakan kewenangan pemerintah pusat.
(Baca: DPR Minta Daerah Diberi Saham Blok Mahakam)
Untuk mendapatkan saham tersebut, pemerintah daerah juga harus memiliki rencana kegiatan operasi di blok tersebut. Selain itu, pemerintah daerah harus membikin pernyataan minat dan kesanggupan dalam jangka waktu 60 hari kalender sejak penawaran pertama oleh kontraktor. Apabila tidak ada respons, penawaran kepada BUMD dinyatakan tertutup. Selanjutnya, kontraktor wajib menawarkan 10 persen saham partisipasi itu kepada BUMN yang ditetapkan oleh Menteri ESDM. Pengalihan jatah saham partisipasi itu juga wajib mendapat persetujuan Menteri ESDM berdasarkan pertimbangan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).
Pemberian saham blok migas ke pemerintah daerah ini sempat menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 16 Desember tahun lalu, KPK melayangkan surat rekomendasi kepada Presiden. Dalam surat rekomendasi ini KPK ingin Presiden Joko Widodo merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Khususnya, pasal 34 dan 35 terkait PI untuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
(Baca: ESDM Segera Terbitkan Peraturan Perpanjangan Kontrak Blok Migas)
KPK menganggap aturan saham partisipasi dalam PP 35/2004 dapat merugikan pemerintah daerah. Pasalnya, ada dua konsekuensi yang harus ditanggung BUMD untuk mendapatkan jatah sahamnya di blok migas. Pertama, harus mengganti 10 persen biaya yang telah dikeluarkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Kedua, mengganti 10 persen biaya operasional blok migas tersebut.