Pelaku Industri Keluhkan Lambannya Regulasi Penurunan Harga Gas

Katadata
Pekerja tengah mengecek instalasi kompresor gas milik PT Pertagas (Arief Kamaludin | KATADATA)
Penulis: Yura Syahrul
10/2/2016, 19.04 WIB

KATADATA - Hingga kini, pemerintah belum merilis peraturan tentang penetapan harga gas bumi. Padahal, beleid berupa peraturan presiden (Perpres) yang mengatur penurunan harga gas untuk industri tersebut sudah digadang-gadang sejak Oktober tahun lalu. Lambannya regulasi anyar tersebut menuai keluhan dari para pelaku industri.

Ketua Komite Tetap Hubungan Kelembagaan dan Regulasi Sektor Energi Minyak dan Gas Bumi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Firlie Ganinduto, menyatakan pemerintah perlu membuat pengaturan harga gas. “Pricing policy itu harus sudah ada,” katanya dalam diskusi publik mengenai infrastruktur gas di Jakarta, Rabu (10/2).

Sayangnya, pemerintah sampai saat ini belum menerbitkan perpres penurunan harga gas untuk industri. Padahal, peraturan ini dapat menjadi payung hukum bagi industri untuk mendapatkan kepastian harga gas yang ekonomis. Selain itu, pengaturan harga gas akan memberikan kepastian bagi kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) migas di sektor hulu hingga pelaku industri di hilir.

Pasalnya, menurut Firlie, selama ini setiap daerah mematok harga gas yang berbeda-beda. Alhasil, biaya memproduksi gas di antara masing-masing daerah menjadi tak seragam. “Jawa itu misalnya, lebih murah dibandingkan dengan yang di luar Jawa," ujarnya.

(Baca: Perpres Tertunda, Pemerintah Kembalikan Kelebihan Harga Gas)

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Koordinator Gas Industri Kadin Indonesia Achmad Widjaja juga mengeluhkan lambannya kebijakan penurunan harga gas. Padahal, rencana penurunan harga gas itu sudah disampaikan pemerintah saat merilis paket kebijakan ekonomi jilid III pada Oktober tahun lalu. “Paket itu dijanjikan ke industri dari Oktober 2015, tapi sampai sekarang sudah kuartal satu harga belum juga turun," katanya.

Menurut dia, pelaku industri sebaiknya mengonsumsi gas sebagai bahan bakar ketimbang solar karena lebih ramah lingkungan. Makanya, dia menagih janji pemerintah untuk menurunkan harga gas. "Di migas itu yang ada dikatakan akan dikaji, kaji dan kaji," ujar Achmad. Selain itu, dia menyoroti ketidakjelasan pasokan gas untuk industri. Padahal, pemerintah saat ini sibuk menggagas proyek besar gas seperti proeyk Blok Masela dan Tangguh.

Salah satu solusi yang disodorkan Firlie untuk menurunkan harga gas adalah mengubah porsi bagi hasil kontrak kerjasama gas antara KKKS dengan pemerintah. Porsi bagi hasil untuk KKKS perlu dinaikkan sehingga dapat mengerek penurunan harga gas. Selanjutnya dapat memicu efek berantai terhadap penurunan harga gas untuk industri. Di sisi lain, turunnya penerimaan negara dari porsi bagi hasil yang mengecil, dapat dikompensasikan dengan kenaikan penerimaan pajak seiring efek berantai dari penurunan harga gas untuk industri tersebut.

(Baca: Menteri ESDM: Harga Gas Bisa Turun Hingga 30 Persen)

Sekadar informasi, pemerintah semula berencana menurunkan harga gas untuk industri mulai 1 Januari tahun ini. Namun hal tersebut belum terlaksana hingga kini. Pasalnya, perpres tentang penetapan harga gas bumi belum rampung. Karena itu, pemerintah berjanji bahwa Perpres harga gas akan berlaku surut. Selisih harga yang masih mahal dibeli industri akan dibayar pemerintah pada bulan berikutnya ketika harga gas resmi diturunkan.

Dalam menetapkan harga gas, ada tiga tahap implementasi. Pertama, sembilan industri yang sudah disisir pemerintah akan mendapat insentif penurunan harga gas, salah satunya industri di Sumatra Utara. Lalu, lainnya yaitu PT Pelangi Losarang/Chang Jui Fang, PT Indo Raya Kimia, PT Krakatau Steel, PT Tossa Sakhi, PT Pupuk Kujang, PT Petrokimia Gresik, PT Pusri, dan PT Pupuk Iskandar Muda.

Tahap kedua, penurunan harga gas diberlakukan kepada perusahaan midstream yang mengelola pipa gas yakni PT Perusahaan Gas Negara, PT Pertamina Niaga, PT Energasindo Heksa Karya, PT Sadikun Niagamas Raya, dan PT Rabbana-Group Oil and Gas. Adapun pengguna lainnya masih dalam konfirmasi.

Tahap ketiga, Kementerian Energi akan mengirimkan surat kepada seluruh badan usaha niaga agar menyampaikan daftar pembeli dari sektor-sektor penerima insentif penurunan harga gas bumi. Diharapkan, batas akhir penyampaian data penerima insentif itu diterima paling lama pekan kedua Februari ini.

Seiring dengan itu, proses adminstrasi Perpes terus berjalan. Direktur Pembinaan Program Direktorat Jenderal Migas Agus Cahyono Adi mengatakan draf Perpres sudah berada di Kementerian Koordinator Perekonomian untuk dilanjutkan ke Sekretariat Kabinet dan diundangkan. “Nanti baru masuk ke Menkopolhukam untuk penomorannya,” ujar Agus.

Reporter: Anggita Rezki Amelia