KATADATA - Pemerintah telah melarang Lapindo Brantas Inc. mengebor sumur baru di Blok Brantas. Namun, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menegaskan, penghentian tersebut hanya bersifat sementara. Adapun penghentian kontrak secara permanen berpotensi menimbulkan masalah hukum hingga ancaman arbitrase.
Menurut Kepala Bagian Humas SKK Migas Elan Biantoro, pemerintah tidak bisa menghentikan aktivitas Lapindo secara permanen karena masih terikat kontrak sampai 2020. “Kalau dihentikan implikasi hukumnya ada,” kata dia di Jakarta, Senin (11/1).
Jika aktivitas Lapindo dihentikan secara total, dia khawatir akan menimbulkan kasus seperti Karaha Bodas Company di kemudian hari. Gara-gara kasus sengketa penghentian proyek pembangkit listrik milik Karaha Bodas, pemerintah kalah di pengadilan arbitrase. Pemerintah harus membayar ganti rugi karena menghentikan proyek tersebut secara sepihak.
Karena itulah, SKK Migas berinisiatif mengundang manajemen Lapindo, Senin ini. Pertemuan tersebut untuk mencarikan solusi penyelesaian masalahnya. Dalam pertemuan tersebut, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi meminta agar manajemen Lapindo menjelaskan ke publik bahwa pengeboran sumur baru tersebut lebih aman dibandingkan tahun 2006 silam yang memunculkan bencana lumpur Lapindo.
Menurut Elan, penghentian aktivitas pengeboran sumur baru tersebut lebih disebabkan aspek sosial. Pasalnya, masyarakat masih merasa trauma dengan tragedi lumpur panas yang menyembur satu dekade lalu itu. “Kalau sudah diterima masyarakat, ya kami jalan,” imbuhnya.
(Baca: Pemerintah Larang Lapindo Mengebor Sumur Baru)
Secara teknis, SKK Migas menilai pengeboran sumur kali ini lebih aman dibandingkan 2006. Alasannya, kedalaman sumur yang akan dibor lebih dangkal yakni hanya 1.200 meter. Sementara zona lumpur ada di kedalaman 1.500 sampai 2.500 meter. Saat terjadi semburan lumpur panas di sumur Banjar Panji tahun 2006 lalu, kedalaman pengeborannya mencapai 3.000 meter.
Tak cuma itu, Elan mengatakan, aktivitas pengeboran sumur gas yang baru tersebut dapat memberikan beberapa manfaat kepada masyarakat. Yaitu, masyarakat dapat memperoleh gas lebih murah dan bisa dimanfaatkan untuk industri dan rumahtangga. Di sisi lain, melalui pengeboran sumur baru tersebut, Lapindo bisa memperoleh pendapatan sehingga duitnya dipakai untuk membayar utang ke pemerintah sebesar Rp 781 miliar.
Sebelumnya, pemerintah belum memberikan izin pengeboran sumur baru kepada Lapindo karena harus memastikan aspek keselamatan kerja. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, pemerintah masih melakukan kajian bersama dengan Komite Eksplorasi Nasional (KEN), SKK Migas, Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), serta Badan Geologi Migas. Tujuannya untuk memastikan pengeboran tersebut aman.
"Tidak ada pelanggaran prosedur. Kami akan evaluasi terutama teknis dan aspek sosial masyarakat. Itu yang perlu kami klarifikasi soal Lapindo," kata Wiratmaja saat konferensi pers di Gedung Migas, Jakarta, Senin (11/1).
Sementara itu, manajemen Lapindo berharap pengeboran kali ini tidak dikaitkan dengan kejadian 2006. Menurut Direktur Utama Lapindo Brantas Inc Tri Setya Sutisna, putusan Mahkamah Agung juga menyebut jika Lapindo tidak bersalah. Apalagi, menurut dia, pengeboran kali ini jauh lebih aman. Pengeboran tersebut bertujuan mengganti pinjaman yang sudah diberikan pemerintah sebesar Rp 781 miliar. “Bayarnya pakai apa kalau kami tidak menghasilkan."