KATADATA - Tahun depan produksi solar nasional diperkirakan akan surplus hingga 400.000 barel per bulan. Pemerintah masih mengkaji apakah kelebihan produksi ini akan diekspor atau untuk dimanfaatkan di dalam negeri.
Menurut Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Patiwisata Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Edwin Hidayat Abdullah, Pertamina keberatan jika surplus tersebut diekspor. Solar ini bisa diolah kembali menjadi produk lain yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan usaha hulu migas.
“Kalau diekspor value-nya (nilai) jadi kurang optimal, sehingga harus dicari produk turunan yang lebih menguntungkan,” ujarnya kepada Katadata, Rabu (2/12).
Nantinya solar yang sudah dihasilkan akan dikonversi menjadi produk lain semacam pelumas, yang biasa digunakan untuk pengeboran dan eksplorasi migas. Dengan pemanfaatan ini, Indonesia bukan hanya terbebas dari impor solar, melainkan impor produk pelumas tersebut.
Direktur Pengolahan Pertamina Rahmad Hardadi mengatakan pihaknya memang berencana mengkonversi solar menjadi produk lain yang biasa disebut smooth fluid. Produk ini bisa menggantikan pelumas yang biasa digunakan dalam kegiatan eksplorasi migas. (Baca: JK Optimistis ke Depan Indonesia Setop Impor BBM)
“Harga produk ini bisa dua kali lipat dari harga Pertadex (produk solar nonsubsidi). Kalau dengan solar reguler, ini empat kali lipat.” ujar Rahmad.
Saat ini Pertamina sudah memproduksi smooth fluid di Kilang Balikpapan dengan volume 25.000 barel per hari (bph). Produk ini telah digunakan dalam kegiatan pengeboran Pertamina dan memberikan hasil yang cukup bagus. Produk ini juga aman bagi lingkungan dan peralatan pengeboran.
Agar rencana ini bisa berjalan maksimal, Pertamina mengharapkan dukungan dari pemerintah. Dia meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bisa mendorong KKKS untuk menggunakan smooth fluid yang dihasilkan Pertamina.
“Kami sudah presentasi ke Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Dirjen Migas Kementerian ESDM,” ujarnya.