KATADATA - Kepastian kembali bergabungnya Indonesia ke dalam Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) tinggal menghitung hari. Jika sesuai dengan jadwal, Indonesia akan resmi bergabung kembali pada 4 Desember 2015.
Gubernur OPEC periode 2004 sampai 2009 Maizar Rahman mengatakan pemerintah harus membayar iuran 2 juta Euro tiap tahun ketika bergabung dengan kelompok negara-negara pengekspor minyak tersebut. Jika nilai rupiah 15.000 per Euro, pemerintah paling tidak harus merogoh kocek Rp 30 miliar per tahunnya.
Nantinya, dana tersebut akan digunakan untuk riset. Sebagai anggota, Indonesia akan mendapat keuntungan dari hasil riset tersebut. Selain itu, ada keuntungan lainnya. (Baca: Presiden Jokowi Dukung Indonesia Masuk OPEC).
Pertama, sebagai negara importir, pasokan minyak untuk Indonesia akan lebih terjamin. Jaminan ini perlu mengingat Indonesia harus bersaing dengan Cina, Jepang, Taiwan, dan Korea dalam mendapatkan minyak. “Kita bisa mengamankan lebih banyak lagi sumber-sumber impor kita,” kata dia di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis, 19 November 2015.
Kedua, pemerintah harus bisa menarik anggota OPEC seperti Kuwait dan Qatar yang memiliki dolar banyak untuk menanamkan modal di Indonesia. Dengan begitu, investasi yang masuk akan lebih banyak lagi.
Ketiga, dari segi diplomasi politik luar negeri, peluang Indonesia untuk mendapat sokongan semakin besar bila tertimpa masalah. Solidaritas antaranggota OPEC memang sangat besar. (Baca juga: Perang Harga Minyak: Kekalahan Amerika dan Kemenangan OPEC).
Namun, bergabungnya Indonesia tidak banyak menentukan terhadap harga minyak dunia. Menurut Maizar, produksi Indonesia tak terlalu signifikan untuk mempengaruhi harga minyak. “Indonesia importir, jadi tidak berpengaruh,” ujar tenaga ahli tim harga minyak mentah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ini.
Sebelumnya, anggota Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Fahmi Radi menganggap Indonesia tidak layak menjadi anggota OPEC. Dia khawatir keputusan tersebut malah menjadi bahan tertawaan.
Sejak 2005, Indonesia sudah dianggap sebagai importir bersih (net importer) minyak. Meski masih melakukan ekspor, tapi impor minyaknya lebih besar. Padahal, syarat menjadi anggota OPEC adalah negara eksportir bersih (net exporter). “OPEC itu negara-negara pengekspor minyak,” kata Fahmi. (Baca pula: Indonesia Tidak Layak Jadi Anggota OPEC).
Indonesia menjadi anggota OPEC sejak 1961 dan memutuskan keluar pada 2008. Langkah tersebut diambil lantaran Indonesia sudah menjadi negara pengimpor. Kegiatan eksplorasi dan produksi berkurang, sementara kebutuhannya terus meningkat. Sehingga, posisi cadangan migasnya pun menurun.
Berdasarkan data Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas -nama SKK Migas saat itu- produksi minyak mentah Indonesia sejak 1996 hingga 2006 terus menurun, rata-rata 10 sampai 12 persen. Kemudian, sejak 2006 hingga 2011, penurunan produksi minyak mentah nasional dua hingga tiga persen. Kondisi ini berbanding terbalik dengan laju konsumsi minyak di dalam negeri yang terus tumbuh sekitar 5,8 persen.