Tiga Orang di Balik Rekaman Skenario Kontrak Freeport

www.npr.org
tambang freeport
Penulis: Muchamad Nafi
16/11/2015, 21.34 WIB

Ketika melaporkan ke Majelis Kehormatan pada pagi harinya, Sudirman menceritakan anggota DPR yang dia laporkan bersama seorang pengusaha beberapa kali memanggil dan melakukan pertemuan dengan pimpinan Freeport. Pada pertemuan ketiga, anggota DPR tersebut menjanjikan penyelesaian tentang kelanjutan kontrak Freeport di Indonesia. Pertemuan terakhir ini berlangsung sekitar pukul 14.00-16.00 WIB, pada Senin, 8 Juni 2015, di Pacific Place, SCBD, Jakarta Pusat.

Agar perpanjangan kontrak Freeport berjalan mulus, Setya diduga meminta sejumlah imbalan. Dalam permintaan ini dia mengatasnamakan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Selain itu, ada pula permintaan jatah saham pada proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Uru Muka di Kabupaten Mimika, Papua, yang berkapasitas 1 gigawatt (GW).

Total kepemilikan yang diminta 49 persen. Sejumlah saham tersebut akan diberikan kepada Presiden dan Wakil Presiden sebesar 20 persen. Untuk Jokowi 11 persen dan JK 9 persen. Bukan hanya jatah saham, dia pun berharap Freeport menjadi investor sekaligus pembeli (off taker) listrik yang akan dihasilkan pembangkit ini. “Tindakan ini bukan saja melanggar tugas dan tanggung jawab seorang anggota dewan mencampuri tugas eksekutif tetapi juga mengandung unsur konflik kepentingan. Lebih tidak patut lagi tindakan ini melibatkan pengusaha swasta,” kata Sudirman di Gedung DPR.

Selain Presiden dan Wakil Presiden, dalam transkrip rekaman tadi juga muncul nama lain, yakni Luhut. Nama ini disebut-sebut mengarah kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan.

SN: Kalau nggak salah Pak Luhut waktu itu bicara dengan Jim Bob. Pak Luhut itu sudah ada yang mau diomongin.

R: Gua udah ngomong dengan Pak Luhut. Ambilah 11, kasilhlah Pak JK sembilan. Harus adil, kalau nggak ribut.

SN: Jadi kalau pembicaraan Pak Luhut dan Jim di Santiago, empat tahun yang lampau itu dari 30 persen, itu 10 persen dibayar pakai deviden.. Ini menjadi perdebatan sehingga mengganggu konstelasi.. Ini begitu masalah cawe-cawe itu. Presiden nggak suka, Pak Luhut. 

R: Freeport jalan, bapak itu happy, kita ikut-ikut happy. Kumpul-kumpul kita golf, kita beli private jet yang bagus, yang reperesentatif.

MS: Tapi saya yakin Pak, Freeport pasti jalan.

SN: Jadi kita harus banyak akal. Kita harus jeli, kuncinya itu ada pada Pak Luhut, ada saya.

Sebetulnya, ketika masih di DPR Sudirman masih tutup mulut identitas SN tadi. Dia hanya menekankan tidak akan membawa permasalahan ini ke proses hukum. Alasanya, hal ini hanya merupakan pelanggaran etika. “Yang menimbulkan korupsi atau tidak, itu (urusan) penegak hukum. Saya melaporkan pelanggaran etika dan tempatnya MKD,” ujarnya. 

Jokowi (Katadata)

Sementara itu, Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan tidak dapat berkomentar menyangkut informasi tersebut. Alasannya, masalah tersebut telah dilaporkan dan diperiksa oleh Majelis Kehormatan Dewan. Dia meyakinkan Freeport senantiasa patuh pada perundang-undangan Indonesia dan prinsip etika bisnis perusahaan.

Adapun Setya Novanto membantah sebagai orang yang ditudingkan dalam laporan Sudirman tersebut. “Saya selaku pimpinan DPR tidak pernah untuk bawa-bawa nama Presiden atau mencatut nama Presiden,” kata Setya.

Halaman:
Reporter: Arnold Sirait, Manal Musytaqo