KATADATA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan akan menjawab surat dari BP Indonesia terkait kejelasan rencana perluasan proyek Tangguh Train 3 di Papua Barat. Jawaban atas surat tersebut rencananya akan disampaikan pada BP, akhir bulan ini.
"Untuk train III (Tangguh), November ini berharap Pak Menteri menjawab surat dari BP Indonesia. Sedang dikonsepkan jawabannya," kata Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto di Gedung Migas, Jakarta, Selasa (10/11). (Baca: Dicari: Pembeli LNG Tangguh Train 3 Secepatnya)
BP telah memulai proses perencanaan rinci alias front end engineering design (FEED) Tangguh Train 3. Dari hasil FEED itu, BP akan membuat keputusan akhir investasi (final investment decision/FID) pada medio tahun depan untuk memulai proses konstruksi. Kalau semua rencana berjalan mulus, Train 3 bisa mulai beroperasi pada pertengahan 2020 mendatang.
Pembangunan megaproyek senilai US$ 12 miliar atau sekitar Rp 162 triliun dari anak usaha BP Plc. itu terkatung-katung selama ini. Masalahnya, tidak ada kepastian kontrak pembelian gas alam cair (liquid natural gas / LNG) yang akan dihasilkan dari kilang ini. (Baca: SKK Migas Usulkan Opsi Ekspor LNG Tangguh Train 3)
Djoko mengatakan permintaan BP dalam surat yang dikirimkan kepada pemerintah tidak banyak. Perusahaan migas asal Inggris ini hanya meminta kepastian kontrak jangka panjang untuk pembeli gas yang dihasilkannya di dalam negeri. "Berapa pun itu (volume gas dari pembeli domestik), nanti sisanya dia mau jual ke luar negeri," ujarnya.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengakui sampai saat ini BP Indonesia mengalami kesulitan mencari pembeli dalam negeri. Padahal pemerintah menargetkan gas yang dihasilkan dari train 3 Tangguh, sebesar 40 persen digunakan untuk kebutuhan dalam negeri.
"Gas dari Tangguh train 3 minimal 40 persen untuk dalam negeri. Sampai saat ini belum semua dari 40 persen dapat konsumen dalam negeri yang menyatakan komitmen," ujarnya.
Menteri ESDM telah mengeluarkan peraturan nomor 37 tahun 2015 tentang ketentuan dan tata cara penetapan alokasi, pemanfaatan dan harga gas bumi. Dalam peraturan menteri (permen) tersebut, kewajiban kontraktor mengalokasi 25 persen jatah gas untuk dalam negeri telah dihapus.
Artinya, jika tidak ada lagi pembeli di dalam negeri, kontraktor bisa mengekspor gasnya. BP juga bisa melanjutkan pembangunan Train 3 Tangguh. Namun, hal ini belum tentu bisa berjalan seperti yang diharapkan.
Direktur Pembinaan Program Ditjen Migas Kementerian ESDM Agus Cahyono mengatakan kewajiban alokasi gas 25 persen untuk dalam negeri memang telah dihapus dalam Permen 37/2015. Namun, masih ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2009 tentang perubahan kedua PP 35/2004 pasal 46 masih diwajibkan hal ini.
"Lihat hierarki peraturan perundangan. Aturan lebih tinggi tidak boleh dilanggar aturan di bawahnya. Peraturan Menteri berada di bawah Peraturan Pemerintah," ujar dia.
(Baca: Tahun Depan, 40 Kargo Gas di Dalam Negeri Terancam Tak Terserap)