Uji Massal Corona Terganjal Akurasi Rapid Test, Pemerintah Pacu PCR
Upaya pelacakan virus corona lewat pemeriksaan massal masih menghadapi kendala, di antaranya akurasi alat rapid test. Dengan kondisi ini, Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyatakan pemeriksaan swab dengan polymerase chain reaction alias tes PCR tengah digenjot.
"Walau rapid test masih kita lakukan, kita akan optimalkan upaya pemeriksaan dengan PCR test," ujar Doni dalam acara peluncuran pusat informasi corona Kumparan, Minggu (19/4).
Doni mengatakan pemerintah tengah berupaya untuk menambah jumlah alat dan reagen PCR, meskipun pengadaannya penuh tantangan. Sebab, banyak negara juga membutuhkannya. Reagen adalah zat atau senyawa yang dibutuhkan untuk pemeriksaan dengan alat PCR.
(Baca: Perbedaan Rapid Test dan Tes Swab untuk Deteksi Covid-19)
"Untuk mendatangkan barang itu tidak gampang. Ini pun berebutan dengan sejumlah negara lain," kata Doni. Informasi terbaru, pemerintah telah mendatangkan lagi 50 ribu reagen PCR dari Korea Selatan.
Pemeriksaan PCR di dalam negeri juga menemui kendala lain. Pertama, harga reagen PCR tidak murah. Satu reagen PCR membutuhkan dana sebesar Rp 300 ribu. Bila seluruh masyarakat Indonesia yang berjumlah 270 juta harus memeriksakan diri dengan PCR, maka pemerintah akan menghabiskan triliunan rupiah.
Maka itu, pemerintah menerapkan sistem prioritas untuk pemeriksaan PCR. Prioritas pertama adalah para tenaga kesehatan dan keluarganya. "Termasuk orang-orang yang berada di sekitar masyarakat kita yang sudah positif covid-19," kata Doni.
(Baca: Kekurangan Alat Pelindung Medis Picu Persaingan Antar-Rumah Sakit)
Kedua, tidak semua laboratorium yang ada di Indonesia bisa melakukan pemeriksaan PCR. Meskipun, jumlah laboratorium yang pernah digunakan pemerintah dalam menghadapi SARS mencapai 900 unit. Angka itu belum ditambah dengan laboratorium yang dimiliki berbagai perguruan tinggi dan badan-badan pemerintah lainnya. "Masalahnya reagennya ini belum tentu cocok dengan laboratorium di lapangan," ujar Doni.
Ketiga, keterbatasan sumber daya manusia yang bisa melakukan pemeriksaan PCR. Karena itu, Doni menyebut pemerintah tengah berupaya melatih para tenaga kesehatan agar bisa melakukan pemeriksaan yang dimaksud.
"Kami kembali harus melatih perawat kita dan tenaga medis lainnya untuk bisa melakukan upaya PCR dengan berbagai macam alat yang ada agar hasilnya optimal," kata dia.