Momentum Baru Bisnis Gim dan E-Sports

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Piala Presiden E-sports 2019.
Penulis: Yuliawati
Editor: Yura Syahrul
27/4/2020, 13.30 WIB

Jumlah audiens ini terbagi menjadi penonton tak berkala sebanyak 272 juta dan penggemar esport sebanyak 223 juta orang.


Indonesia menjadi salah satu negara di Asia Tenggara, yang pertumbuhan industri gim dan e-sports makin menggeliat. Tahun lalu, Newzoo melaporkan Indonesia menempati posisi ke-17 dari 100 negara dengan jumlah pendapatan terbesar dari industri video gim.

Total pendapatan dari transaksi gim di Indonesia US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun, meski dari jumlah tersebut hanya sekitar 1% yang masuk kantong pengembang lokal.

Sementara itu bisnis e-sports di Indonesia, menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 2017, kala itu potensi bisnis pertandingan e-sports di Indonesia mencapai US$ 700 juta atau sekitar Rp 9,8 triliun pada 2017. Angka ini melonjak hampir empat kali lipat dibandingkan 2014.

Kejuaraan Dunia E-Sports di Shanghai, Tiongkok (ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song)

Tak Cukup Andalkan Gim Mobile

Kompetisi gim online sebenarnya telah dikenal sebagian masyarakat Indonesia sejak 1990-an saat menjamurnya warung internet (warnet). Namun, kompetisi resmi pertama kali pada 1999 dicetuskan Liga Game.

Ajang ini merupakan titik awal e-sports di Indonesia, dengan mempertandingkan Quake II dan Starcraft. Ketika itu yang mengikuti pertandingan merupakan para pemain komunitas warnet.

Pada akhir 2012, pengembang gim asal Singapura, Garena,  mulai masuk Indonesia. Garena menggelar kompetisi e-sports bertujuan membangun ekosistem gim di Indonesia.

Manajer Esports Garena Indonesia Wijaya Nugroho menilai ketika itu e-sports masih dianggap barang yang baru dan citra negatif melekat pada gim. "Masih banyak orang awam yang melihat gim dan e-sport ini sebagai hal yang tabu," kata Wijaya kepada Katadata.co.id.

(Baca: Ramai-ramai Berebut Pasar Besar Industri Gim)

Garena merogoh kantong sendiri untuk membiayai operasional berbagai event dan mendanai hadiah untuk para pemenang kompetisi,. Ibaratnya, mereka menggelar e-sports sebagai ajang promosi memperkenalkan berbagai gim yang mereka produksi.

Untuk membuat ajang e-sports tetap menarik, Garena punya resep khusus. Wijaya mengatakan e-sports merupakan paduan olah raga sekaligus hiburan atau entertainment yang perlu diramu sehingga enak ditonton. "Kami terus membuat hal-hal baru dari setiap penyelenggaraan e-sports," kata Wijaya.

Dua di antaranya Garena membuat turnamen e-sport dengan teknologi Augmented Reality atau AR dan menciptakan karakter gim dari tokoh selebritis yang sedang naik daun di kalangan muda seperti Joe Taslim dan VJ Daniel. "Kami membuatnya semenarik mungkin agar menghibur," kata Wijaya.

Titik balik perkembangan e-sports di Indonesia saat diakui sebagai cabang olahraga ekshibisi dalam Asian Games 2018 di Jakarta. Sejak itu, e-sports menjadi primadona baru dan sponsor pun berdatangan ketika Garena mengadakan ajang kompetisi. "Pemilik brand yang awalnya memandang gim atau e-sport ini sebelah mata, akhirnya mereka tertarik," kata Wijaya.

Selang setahun ajang Asian Games 2018, Indonesia Esports Premier League (IESPL) mengadakan turnamen Piala Presiden Esports 2019. Piala Presiden menjadi turnamen nasional yang diselenggarakan berkat kerja sama antara IESPL dengan Badan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kantor Staf Kepresidenan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Presiden IESPL Giring Ganesha mengatakan Piala Presiden ini digelar atas permintaan Presiden Jokowi yang disampaikan kepada Kepala Bekraf saat itu Triawan Munaf. “Sebenarnya andil paling besar bapak Jokowi karena dia kan inisiator utamanya,” kata Giring.

Setelah menggelar Piala Presiden dua kali, Giring memberikan catatan, pentingnya kompetisi e-sports Tanah Air tak melulu mengandalkan gim ponsel.

Berbeda dengan luar negeri, gim yang dilombakan kebanyakan jenis gim ponsel, seperti PUBG Mobile, Mobile Legends: Bang Bang, Free Fire, dan AOV.

Misalnya, Free Fire yang merupakan gim genre battle royale produksi Garena ini, merupakan favorit pemain asal Asia Tenggara dan Amerika Latin. Gim yang memiliki ukuran kecil ini paling banyak diunduh.

Berdasarkan data Androidrank, Free Fire yang diunduh lewat Play Sore sebanyak 570,2 juta kali hingga 19 April 2020. Jumlah unduhan meningkat hampir 100 juta dibandingkan awal Januari yang tercatat 483,8 juta kali.

Kecenderungan ini berbeda dengan di Amerika Utara dan Eropa, e-sport yang berkembang justru PC dengan gim seperti Star Craft, DOTA, Fortnite dan masih banyak lagi. 

Giring berencana, Piala Presiden ke depan tak hanya memainkan gim ponsel tapi juga PC. Permainan lewat PC itu jadi jembatan para atlet agar dapat  bertanding ke luar negeri. “Karena kita tahu sendiri Mobile Legends kan hanya besar di Asia Tenggara, mungkin yang paling besar cuma di Indonesia saja,” katanya.

Hadiah e-sports PC pun jauh lebih menarik. Turnamen tahunan Dota 2 memiliki hadiah total yang sangat fantastis. Pada tahun lalu, prize pool mencapai US$ 25 juta atau Rp 357,5 miliar.

Sementara, kompetisi League of Legend World Championship pada 2018 memberikan total prize pool sebesar US$6,4 juta atau Rp 91,5 miliar. Total tersebut terbagi dari yang juara dalam turnamen tersebut, dan tim yang berpastisipasi. “Kalau kita menang kan bangga sekali sebagai sebuah bangsa,” kata Giring.

 
Halaman: