Penumpang rel listik (KRL) dari Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek) harus menunjukkan surat tugas dari kantor tempat mereka bekerja. Aturan ini merupakan kesepakatan tiga wali kota dari daerah tersebut untuk memperketat pergerakan penumpang KRL selama penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mengatasi penyebaran Covid-19.
"Lima kepala daerah di Bodebek sepakat untuk membuat regulasi baru yang mengatur pengetatan penerapan PSBB, di antaranya, pergerakan masyarakat," kata Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, melalui pernyataan tertulisnya, di Kota Bogor, dikutip dari Antara.
(Baca: Kemenhub Tak Hentikan KRL Meski 3 Penumpang Terinfeksi Covid-19)
Bima Arya mengatakan aturan tersebut merupakan hasil rapat koordinasi virtual lima kepala daerah di Bodebek yang juga dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada Jumat (8/5).
Rapat koordinasi virtual itu membahas evaluasi penerapan PSBB untuk menurunkan secara signifikan penyebaran Covid-19, karena penerapannya harus sejalan antara Bodebek dan DKI Jakarta.
Banyak warga di Bodebek yang bekerja di Jakarta sehingga pergerakan masyarakat dari Bodebek ke Jakarta dan sebaliknya cukup tinggi.
Padahal, pada penerapan PSBB, kata dia, hanya pegawai pada delapan sektor yang dikecualikan yang mendapat toleransi untuk tetap bekerja, antara lain sektor kesehatan, pangan, logistik, keuangan dan perbankan, energi, dan komunikasi.
Namun, realitasnya masih banyak masyarakat di luar delapan sektor yang dikecualikan tetap melakukan pergerakan masyarakat, yakni beraktivitas di luar rumah dan memanfaatkan moda transportasi publik.
(Baca: Larang Mudik, Pemerintah Tak akan Setop Operasional KRL)
Menurut Bima Arya, lima kepala daerah sepakat akan membuat regulasi baru untuk pengetatan pergerakan masyarakat. "Gubernur DKI Jakarta akan membuat regulasi pengetatan itu, kemudian wali kota dan bupati di Bodebek akan membuat juga regulasinya yang mengatur lebih ketat pergerakan orang keluar masuk daerah," ujarnya.
Bima menegaskan, pergerakan masyarakat yang dikecualikan hanya yang bekerja pada delapan sektor yang dikecualikan. "Misalnya, pengguna moda transportasi KRL, harus dapat menunjukkan surat tugas. Hanya orang yang bekerja di delapan sektor yang dikecualikan yang boleh. Kalau tidak ada surat atau di luar delapan sektor itu, bisa diberikan sanksi," kata Bima.
Sebelumnya, lima kepala daerah di Bogor, Depok, Bekasi mengirimkan surat meminta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi agar mempertimbangkan penghentian sementara KRL setelah ditemukan penumpang yang positif Covid-19.
Dalam rapat dengan anggota Komisi V DPR RI, Budi mengatakan tidak akan menghentikan operasional KRL. Dia menjelaskan saat ini jumlah pengguna KRL Jabidetabek yang biasanya berjumlah 1 juta orang tiap hari, kini hanya tersisa 20%. "Yang naik KRL itu adalah rakyat kecil yang harus bekerja," kata Budi, Rabu (6/5).
(Baca: Larang Mudik, Pemerintah Tak akan Setop Operasional KRL)
Budi menjelaskan, biaya perjalanan penumpang KRL sekitar Rp 8 ribu untuk sekali perjalanan. Bila KRL disetop, maka mereka harus mencari alternatif kendaraan dengan biaya yang lebih mahal. "Oleh karenanya kami sepakati KRL harus tetap jalan tapi dengan protokol kesehatan," kata Budi.
Permintaan para wali kota tersebut setelah temuan tiga orang positif Covid-19 dari hasil tes swab secara acak terhadap 325 orang penumpang dan petugas KRL di Stasiun Bogor pada Senin (27/4). Tes swab dan tes cepat juga dilakukan secara acak terhadap penumpang dan petugas KRL di Stasiun Bekasi pada Selasa (5/5), juga ditemukan tiga orang positif Covid-19.