Harga minyak mentah dunia kembali merangkak naik, setelah sebelumnya sempat jatuh lebih dari 2%. Meski demikian, penguatan masih dibayangi kekhawatiran pelaku pasar terkait meluasnya pandemi virus corona (Covid-19) dan pesimisme pengambil kebijakan terkait pemulihan ekonomi.
Mengutip Bloomberg, Kamis (14/5) pukul 08.00 WIB, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman Juli 2020 tercatat naik tipis 0,38% menjadi US$ 29,32 per barel.
Sementara, minyak jenis west texas intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Juni 2020, tercatat naik ke level US$ 25,41 per barel.
Kenaikan harga minyak ditopang rilis Energy Information Administration (EIA), yang menyatakan persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) turun 745.000 barel menjadi 531,5 juta barel. Hal ini sedikit menenangkan pasar, karena sebelumnya diprediksi persediaan bakal naik 4,1 juta barel.
Hal ini makin menguatkan harapan proses pemulihan permintaan minyak dunia, yang bisa mendorong harga minyak kembali stabil. Sebelumnya, pasar sudah menyambut positif komitmen organisasi negara-negara produsen minyak (OPEC), yang memangkas produksi sebesar 9,7 juta bpd selama Mei-Juni 2020.
Mengutip Reuters, Kamis (14/5), di Eropa permintaan bensin dan diesel mulai pulih, meski lambat. Hal ini didorong kebijakan pelonggaran karantina wilayah atau lockdown, di beberapa negara.
(Baca: Harga Minyak Indonesia Terus Anjlok, Formula Harganya Jadi Sorotan)
Meski demikian, kenaikan harga minyak tak serta-merta melonjak, meski ada sejumlah sentimen positif. Pasalnya, pasar menyambut negatif pidato Ketua Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell.
Dalam pidatonya, Powell memproyeksi rebound perekonomian akan berjalan lambat, dan membutuhkan waktu yang lama untuk sepenuhnya pulih. Sikap pesimis ini membuat pasar tidak berani mengambil posisi yang agresif.
"Pidato Powell mengeliminasi sentimen positif dari laporan inventori minyak AS," kata Direktur Mizuho Bob Yawger, dilansir dari Reuters.
Tak hanya pesimisme Powell, pelaku pasar juga masih khawatir pelonggaran lockdown justru memperbesar potensi penyebaran virus corona. Makin merebaknya wabah ini akan membuat permintaan minyak global semakin tertekan.
Kekhawatiran pasar semakin kuat, saat ahli penyakit menular asal Amerika Serikat (AS) Anthony Fauci mengatakan di depan Kongres AS, bahwa pelonggaran lockdown dapat memicu semakin meluasnya virus corona (Covid-19).
"Ketakutan mulai merebak bahwa pelonggaran lockdown akan memicu gelombang kedua infeksi virus corona," kata Analis PVM Stephen Brennoc.
(Baca: Risiko Covid-19 dan Peningkatan Pasokan AS Menekan Harga Minyak Global)