Lapor Covid-19 Terima 370 Aduan Masyarakat Soal Pelanggaran PSBB

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nz.
Warga memadati Pasar Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (21/5/2020). Koalisi Warga Lapor Covid-19 hingga kini telah menerima 370 laporan keramaian dan pelanggaran PSBB.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Ekarina
21/5/2020, 18.00 WIB

Koalisi Warga Lapor Covid-19 hingga kini telah menerima 370 laporan keramaian dari masyarakat di Indonesia terkait pelanggaran Pembatasan Sosial Berskala besar (PSBB) . Padahal, pemerintah telah menerapkan PSBB di empat provinsi dari 27 kabupaten/kota.

Inisiator Koalisi Warga Lapor Covid-19 Irma Hidayana mengatakan, laporan yang disampaikan masyarakat melalui chatbot kepada LaporCovid-19.org paling banyak terkait dengan kemacetan di jalan raya. Ada pula laporan bahwa masih adanya masjid yang melaksanakan salat berjamaah.

Selain itu, ada pula masjid di Ungaran, Jawa Timur yang sudah mengumumkan akan melakukan salat Idul Fitri berjamaah. "Kemudian pada saat bersamaan juga dilaporkan dari waktu ke waktu anak-anak muda masih banyak yang berkumpul, nongkrong, berkerumun dan main game," ujar Irma dalam webinar yang digelar Koalisi Warga Lapor Covid-19, Kamis (21/5).

(Baca: LaporCovid-19 Catat Banyak Keluhan Warga Soal Lambatnya Tes Corona)

Lain pula laporan dari warga Aceh Utara yang menyebutkan bahwa di daerahnya tidak ada penerapan penjagaan jarak dan penggunaan masker. Padahal, kedua hal tersebut penting untuk bisa mencegah penularan corona antarorang.

Selain itu, dia melaporkan bahwa warga Aceh Utara masih sering berjalan-jalan santai pada sore hari, sehingga situasinya menjadi ramai. "Camat pun membuat acara serah terima jabatan dan mengundang orang ramai tanpa protap Covid-19," kata Irma.

Laporan serupa juga didapatkannya dari warga di Jember, Jawa Timur. Menurut warga yang melapor, tidak ada aparat keamanan yang melakukan pengawasan terhadap pelanggaran tersebut di daerahnya.

Lebih lanjut, laporan lain dari warga menyebutkan mengenai adanya pungutan liar dari aparat keamanan yang mengawasi arus mudik. Dalam sepuluh hari terakhir, warga tersebut melaporkan seorang temannya yang telah membawa orang mudik dari Bogor ke Jawa Tengah sebanyak empat kali.

Menurut warga tersebut, temannya memang sempat diberhentikan dan diminta putar balik. Hanya saja, hal tersebut ternyata hanya gimik agar seolah-olah patuh terhadap penerapan PSBB.

Setelahnya, orang tersebut hanya perlu membayar Rp 300 ribu ketika ingin mudik. "Kemudian ditunjukkan jalur lewat mana yang tidak ada operasi mudik. Ketika masuk tujuan kotanya di Jawa Tengah, mereka harus bayar lagi Rp 300 ribu," kata Irma.

(Baca: Gugus Tugas: Status Darurat Kesehatan Tetap Berlaku Meski PSBB Dicabut)

Terkait bantuan sosial (bansos), Irma menyebut banyak warga yang melapor diri belum menerimanya. Selain itu, ada warga yang hanya mendapatkan bansos berupa beras sebanyak 5 kilogram.

Padahal, pemerintah menyalurkan bansos senilai Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan. "Dari Heram, Jayapura, ada tiga laporan dari area situ belum ada distribusi bansos. Bahkan, beberapa hari terakhir listrik tidak menyala," kata dia.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengatakan pembagian bantuan sosial (bansos) masih menghadapi banyak kendala di lapangan, salah satunya mengenai data yang tidak sinkron. Oleh karena itu, presiden meminta agar permasalahan tersebut segera diselesaikan.

"Saya minta segera diselesaikan agar masyarakat yang menunggu bantuan agar segera mendapatkan," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas Penyederhanaan Prosedur Bansos Tunai dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, Selasa (19/5).

Mantan Walikota Solo tersebut juga menginginkan distribusi bansos bisa dipercepat. Pasalnya, prosedur pembagian bansos saat ini dianggap masih berbelit. Dalam situasi yang tidak normal, maka perlu ada langkah yang tidak biasa.

(Baca: Jakarta & Bandung Perpanjang PSBB hingga Usai Lebaran, Kapan Berakhir?)

Oleh karena itu, ia meminta aturan dalam distribusi bansos dibuat sederhana, tanpa mengurangi akuntabilitas pembagian bansos tersebut. Dengan demikian, pelaksanaan bansos di lapangan dapat berjalan dengan mudah dan fleksibel.

Ia juga menekankan, keterbukaan data penerima bansos sangat diperlukan. Bila perlu, jajarannya dapat menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kejaksaan dalam pendistribusian bansos

Reporter: Dimas Jarot Bayu