Menteri LHK: Limbah Medis Penanganan Covid-19 Capai 1.108 Ton

ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/pras.
Ilustrasi, sejumlah pemulung memindahkan limbah plastik yang sudah dipilah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (1/5/2020).
Penulis: Rizky Alika
24/6/2020, 15.13 WIB

Kasus positif virus corona di Indonesia pertama kali muncul pada awal Maret lalu. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pun mencatat, limbah medis atas penanganan Covid-19 di seluruh Indonesia mencapai 1.108,54 ton selama Maret hingga 8 Juni.

"Limbah Covid-19 lebih dari 1.100 ton. Mungkin saat ini mencapai 1.200 ton," kata Siti saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, Rabu (24/6).

Secara rinci, limbah terbanyak berada di region II, yaitu Jawa. Limbah di lima provinsi di Jawa mencapai 478,18 ton. Lalu, disusul region II Bali dan Nusa Tenggara yang mencapai 200,36 ton.

Selanjutnya, limbah di Kalimantan mencapai 168,76 ton, Sumatera 147,62 ton, Sulawesi 94,894 ton, dan Maluku-Papua 18,73 ton. (Baca: Tokopedia & Bukalapak Respons Meningkatnya Sampah Plastik saat Pandemi)

Dengan banyaknya limbah penanganan pandemi corona, kementerian telah menggelar rapat koordinasi regional dengan seluruh pemda. Ada sejumlah kesepakatan yang dicapai dari rapat ini.

Untuk Jawa, pemda menindaklanjuti Surat Edaran Menteri LHK 02/2020 dengan menerbitkan Surat Edaran Gubernur ke kabupaten atau kota. Kemudian, mekanisme penanganan limbah dilakukan melalui titik kumpul. Sedangkan biaya pengelolaan limbahnya lewat tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Lalu di Nusa Tenggara Timur (NTT), pengolahan limbah Covid-19 dilakukan di pabrik semen. "Bali dan Nusa Tenggara belum terdapat jasa pengolah limbah medis," ujar Siti.

Selanjutnya di Kalimantan, ada sejumlah masalah seperti keraguan menggunakan insinerator yang belum berizin. Di satu sisi, jasa pengolah limbah medis di wilayah ini belum memadai. Oleh karena itu, pemda Kalimantan akan berkolaborasi dengan Tim Gugus Tugas Covid-19. 

(Baca: RI Masuk Tiga Besar Penghasil Merkuri Dunia, KLHK Awasi Penambang Emas)

Siti pun menyebutkan daerah-daerah yang belum memiliki sarana pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) berizin. Di antaranya Sumatera Barat, Bengkulu, Kalimantan Utara, Gorontalo, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

Oleh karena itu, pemerintah akan mendukung pembangunan fasilitas pengolahan limbah medis. Pada 2020, pembangunan fasilitas pengolahan limbah dilakukan di Sumatera Barat, Aceh, Kalimantan Selatan, NTB, dan NTT.

Pada 2021-2024, ada beberapa pemda yang merespons rencana pembangunan pengolahan limbah medis. Wilayah ini di antaranya Jambi, Papua Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Papua, Maluku, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Utara.

(Baca: Dukung Ekonomi Sirkular, KLHK Godok Aturan Pengadaan Ramah Lingkungan)

Reporter: Rizky Alika