Pertamina - Aramco Pecah Kongsi, Ada Selisih Valuasi Kilang Rp 15,79 T

Katadata
Ilustrasi, kilang Cilacap. Pertamina menyebtu alasan pecah kongsi dengan Saudi Aramco di proyek RDMP Cilacap karena tak sepakat nilai valuasi.
29/6/2020, 15.03 WIB

Pertamina telah mengakhiri kerja sama dengan Saudi Aramco untuk proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Cilacap. Keputusan itu diambil karena kedua perusahaan tak sepakat terkait nilai valuasi kilang eksisiting yang dimiliki Pertamina.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyebut ada selisih nilai valuasi hingga US$ 1,1 miliar atau Rp 15,79 triliun. Sehingga perusahaan memutuskan melanjutkan pengembangan Kilang Cilacap secara mandiri.

"Itu kan aset BUMN, itu tidak mungkin bisa kami lepas," ujar Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI, Senin (29/6).

Menurut Nicke, ada risiko yang berbahaya bagi keuangan perusahaan jika kerja sama tetap dijalankan kedua perusahaan. Oleh karena itu, kedua perusahaan tak melanjutkan kerja sama di proyek kilang Cilacap.

"Kalau di bawah nilai buku itu akan bahaya, kami sepakat untuk tidak sepakat, pisah baik-baik di akhir April," kata Nicke.

(Baca: Demi Subsidi BBM, Pemerintah Utang ke Pertamina Hingga Rp 96,5 Triliun)

(Baca: Pertamina: Proyek Pembangunan Kilang Baru Tak Terganjal Corona)

Nicke menyebut hingga kini pihaknya masih terus mencari mitra baru untuk proyek kilang Cilacap. Hingga saat ini terdapat dua calon mitra yang menyatakan minat untuk bergabung dalam pengembangan proyek tersebut.

Meksi begitu, Nicke tidak menjelaskan secara detail mengenai calon mitra. Dia hanya menyatakan Pertamina tetap menjalankan peningkatan kualitas produk kilang Cilacap sembari menunggu mitra baru. 

"Ada dua investor yang serius. Peningkatan kapasitas menunggu investor, tapi peningkatan kualitas kami laksanakan,"kata Nicke.

Sebagaimana diketahui, kerja sama Saudi Aramco dengan Pertamina untuk pengembangan Kilang Cilacap dimulai pada 2016. Kedua perusahaan membentuk perusahaan patungan dengan pembagian saham sebesar 55% milik Pertamina dan Saudi Aramco sebesar 45%.

Saat itu, Saudi Aramco menyatakan bersedia menanamkan modal hingga mencapai US$ 6 miliar, dengan syarat mendapat insentif dari pemerintah. Beberapa insentif yang diberikan yaitu tax holiday, lahan, dan penyerahan aset ke anak perusahaan nantinya.

Namun, Aramco dan Pertamina tidak melanjutkan kerja sama. Aramco justru mengucurkan investasi US$ 10 miliar untuk pengembangan kilang di Tiongkok. Perusahaan asal Arab tersebut meneken perjanjian pembentukan perusahaan patungan dengan grup konglomerat asal Tiongkok, Norinco, untuk pengembangan proyek kilang di Kota Panjin.

Perjanjian itu diteken pada 22 Februari 2019 lalu, di sela kunjungan Putra Mahkota Saudi Muhammad bin Salman ke Beijing. Aramco dan Norinco, bersama dengan Panjin Sincen, akan membentuk perusahaan baru bernama Huajin Aramco Petrochemical Co. Pembentukan usaha patungan ini sebagai bagian dari proyek yang akan mencakup kilang 300 ribu barel per hari (bpd) dengan cracker ethylene 1,5 juta metrik ton per tahun (mmtpa).

(Baca: Kejar Target RI Bebas Impor BBM, Pertamina Butuh Investasi Rp 720 T)

Reporter: Verda Nano Setiawan