Cara Menyeleksi Informasi Covid-19 di Tengah Polemik Obat Hadi Pranoto

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/hp.
Wawancara Anji dan Hadi Pranoto terkait obat covid-19 menuai polemik. IDI berbagi tip menyeleksi informasi terkait corona. Seperti apa?
4/8/2020, 12.41 WIB

Video wawancara yang dilakukan musisi Erdian Aji Prihartanto alias Anji dengan Hadi Pranoto di kanal YouTube pribadinya berbuntut polemik. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun memberi tips bagi masyarakat menyeleksi informasi terkait Covid-19.  

Dalam video yang berjudul ‘Bisa Kembali Normal? Obat Covid-19 Sudah Ditemukan!’ tersebut, Hadi mengklaim telah menemukan obat antibody Covid-19. Hadi pun mengklaim dirinya sebagai pakar mikrobiologi.

Hadi menyatakan telah memberikan obat herbal temuannya ke ribuan orang di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Ia mengklaim, semua orang yang mengonsumsi obat darinya sembuh dar penyakit flu jenis baru ini.

“Kita sudah bagikan hampir 250.000 lebih, kita sudah bagikan ke masyarakat,” kata Hadi dalam video tersebut seperti dikutip Katadata.co.id, Minggu (2/8). Saat itu, video ini telah ditonton lebih dari 100 ribu orang dan viral di dunia maya.

Namun, video viral ini tak bertahan lama. Pada Senin (3/8) pagi, video ini sudah tak bisa diakses lagi. Keterangan pada tautannya tertulis, “video telah dihapus karena melanggar pedoman komunitas YouTube.”

Rupanya bukan hanya YouTube yang merasa video ini bermasalah. Cyber Indonesia melaporkan Anji dan Hadi ke Polda Metro Jaya terkait dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks obat Covid-19. Laporan disampaikan langsung oleh Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid, Senin (3/8).

“Dua-duanya (kita laporkan). Pertama Anji, karena sebagai pemilik akun yang menyebarkan dan Hadi Pranoto yang menyatakan berita bohong itu,” kata Muannas melansir Antara.

Muannas menjelaskan pernyataan Hadi dalam video tersebut bertentangan dengan pendapat akademisi, ilmuwan, IDI, dan Kementerian Kesehatan. Salah satunya terkait klaimnya memiliki alat uji digital Covid-19 yang lebih efektif dan murah dibandingkan tes cepat dan tes usap virus corona.

“Itu menyebabkan berita bohong dan menimbulkan anggapan bahwa ada pihak yang mengambil keuntungan dari tes cepat dan tes usap tersebut,” kata Muannas.

Anji dan Hadi, kata Muannas, dapat dijerat dengan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) junto Pasal 45a UU Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Tanggapan Anji dan Hadi

Anji telah menanggapi polemik ini melalui akun Instagram miliknya, Senin (3/8). Ia menolak dianggap memberi panggung kepada orang yang tidak kredibel membahas terkait Covid-19. Sebaliknya, ia menyebut publik lah yang memberi panggung.

“Secara tidak sadar, orang-orang juga memberi panggung pada hal yang mereka tidak suka,” kata Anji.

Pernyataannya ini berdasarkan perbandingan video wawancara ini dengan konten lain yang membahas masa depan bisnis pertunjukan di tengah pandemi virus corona. Video kedua, menurutnya, mendapat penonton lebih sedikit. Hanya 20 ribuan dalam waktu 24 jam.

Sementara Hadi menyatakan, risetnya tentang obat Covid-19 dilakukan melalui lembaga independent miliknya. Lembaga ini beranggotakan tim yang sudah memiliki rekam jejak riset sejak tahun 2000-an.

“Bukan hanya untuk peningkatan imun dalam tubuh antibody Covid-19, tapi ada beberapa riset yang kita kembangkan,” kata Hadi melansir Kompas.com.

Hadi menyatakan melakukan penelitian dengan menyamakan genetic Covid-19 dan mempelajarinya. Penelitian ini pun dilakukan berdasarkan panggilan kemanusiaan untuk membantu masyarakat terbebas dari virus corona.

“Kenapa (riset) ini baru sekarang, kita terus melakukan penelitian dan pengembangan riset sains kita,” kata Hadi.

Cara Menyeleksi Informasi Terkait Covid-19

Pimpinan Besar (PB) IDI pun berbagi saran agar masyarakat tak lekas termakan informasi menyesatkan terkait Covid-19.  Saran ini disampaikan oleh Humas PB IDI dr. Abdul Halik Malik, Senin (3/8), seperti dilansir Antara.

“Masyarakat agar tetap kritis dan tidak mudah percaya pada informasi yang belum jelas sekalipun itu disampaikan oleh publik figur,” kata Halik.

Agar dapat kritis, Halik menyarankan masyarakat tak hanya berpaku kepada satu sumber. Caranya dengan mengecek lagi informasi awal kepada sumber lain yang lebih kredibel atau terpercaya. Sementara, Hadi ternyata bukan ahli mikrobiologi.

“Setelah kami cek nama Hadi Pranoto yang mengaku profesor dan ahli mikrobiologi tidak ditemukan dan tidak terdaftar di database IDI online,” kata Halik.

Selanjutnya, Halik menilai perlu ada komunikasi publik yang kredibel dan terpercaya untuk mencegah sesat informasi terkati pandemi Covid-19. Ia menyebut informasi sesat ini sebagai infodemi, yakni penyebaran kabar salah ke banyak orang secara cepat dan dapat menyebabkan pandemi virus corona bertambah buruk.

“Literasi informasi yang baik diperlukan di tengah maraknya misinformasi dan informasi yang tidak jelas agar tidak membingungkan masyarakat,” kata Halik.

Halik pun meminta pemerintah menggiatkan sosialisasi dan edukasi seputar Covid-19 serta penanganannya kepada masyarakat. Informasi yang disampaikan pun harus merujuk pada pedoman standar atau protokol kesehatan yang sudah ada.

“Mari bersama-sama menggunakan pedoman standar untuk penanganan Covid-19 dan mencegah penularannya dengan menerapkan protokol kesehatan yang sudah ada,” kata Halik.

Sampai saat ini, total kasus virus corona di Indonesia mencapai 113.134 orang. Total pasien sembuh sebanyak 70.237 dengan rasio 62,08%. Sementara total pasien meninggal sebanyak 5.302 orang dengan rasio 4,68%. Perkembangan kasus harian bisa disimak dalam Databoks di bawah ini:

Reporter: Antara