Dampak Pandemi, Pemerintah Prediksi Produksi Kopi RI Anjlok 35%

ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/hp.
Petani memetik kopi robusta di Kawasan Kaki Gunung Galunggung, Kampung Ciakar, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Minggu (21/6/2020). Pemerintah memprediksi pandemi bisa berdampak pada turunnya produksi kopi RI hingga 35%.
5/8/2020, 17.55 WIB

Pandemi virus corona yang terjadi saat ini diperkirakan berimbas pada penurunan produksi kopi sebesar 35% dari tahun lalu. Pasalnya, langkah pembatasan aktivitas yang diambil sejumlah daerah ikut berimbas pada turunnya kegiatan petani.

Selain itu penurunan produksi juga dipengaruhi oleh lesunya permintaan secara internasional. Salah satunya Jepang yang memilih untuk membatalkan impor kopi Bali dan Mandailing sebanyak empat ton.

"Kebijakan mitigasi penanganan pandemi corona yang ditempuh berbagai negara cukup mengganggu mata rantai pasokan kopi," kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo mengatakan, dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu (5/8).

Dari data Kementerian Pertanian, angka produksi kopi tahun lalu mencapai 760.963 ton.  Sedangkan target awal produksi tahun ini bertambah jadi 773.409 ton.

Selain itu permintaan kopi juga terganggu kebijakan karantina wilayah alias lockdown yang diterapkan berbagai negara. Hal ini mengakibatkan harga biji kopi menurun dari Rp 68 ribu per kilogram sebelum pandemic menjadi Rp 32 ribu per kg saat ini.

Imam mengatakan guna menolong kondisi industri kopi nasional, pemerintah mengambil sejumlah langkah. Pertama adalah menggelar perundingan internasional untuk membuka akses komoditas tersebut. Kedua, meluncurkan Go Dagang sebagai platform pelatihan dagang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di bidang kopi.

Ketiga adalah menggelar promosi kopi Indonesia lewat kantor perwakilan RI di negara lain. Keempat menyediakan sistem resi gudang demi membantu petani menyimpan pasokan. “Dan membantu pembiayaan di tengah krisis,” kata Iman yang juga Ketua Dewan International Coffee Organization (ICO).

Kelima adalah menyederhanakan proses ekspor khususnya dengan Surat Keterangan Asal (SKA) untuk mempermudah penelusuran kopi asal RI. Terakhir adalah meluncurkan kredit UMKM guna menyalurkan modal kepada sejuta usaha kecil.

Dewan Pengurus Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI), Wildan Mustofa mengatakan upaya menyelamatkan petani kopi di tengah ambruknya produksi yakni dengan metode tanam tumpang sari dengan tanaman perkebunan lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Langkah ini dapat diambil petani agar ketika produksi kopi menurun, kerugian mereka dapat ditekan produksi komoditas lain. Wildan mengatakan kurikulum pelatihan tersebut tengah disusun pihaknya untuk kemudian diaplikasikan di seluruh Indonesia.

Apalagi 96% produksi kopi nasional ditanam oleh perkebunan rakyat yang sangat membutuhkan pelatihan. "Kami mengembangkan manajemen pelatihan dari temuan-temuan petani dan dirangkum untuk diajarkan ke seluruh petani," kata dia.

Dari data SCOPI, produksi kopi RI hanya meningkat sedikit dari 698.016 ton di tahun 2008 menjadi 722.461 ton di tahun 2018. Sedangkan untuk konsumsi kopi pada periode yang sama melonjak dari155.000 ton menjadi 314.000 ton.

Di sisi lain, ekspor kopi RI pada periode tersebut justru mengalami penurunan 468.749 ton menjadi 277.000 ton. Sedangkan angka impornya meningkat hampir 14 kali lipat dari 7.582 ton menjadi 104.000 ton. “Kalau tidak hati-hati dalam produktivitas akan sangat berbahaya," kata dia.

Berdasarkan data Kemendag tahun 2018, Filipina menjadi negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia, yaitu sebesar US$ 421 juta atau setara Rp 6,1 triliun. Ekspor kopi ke Filipina didominasi oleh jenis kopi instan sebesar 99,7%.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto