AstraZeneca Setop Vaksin Corona, Bagaimana Progres Bio Farma-Sinovac?

123RF.com/lightwise
Ilustrasi. Vaksin virus corona buatan Oxford-AstraZeneca dihentikan sementara.
Penulis: Yuliawati
10/9/2020, 19.40 WIB

Saat masyarakat global berharap segera mendapat vaksin virus corona,  Universitas Oxford dan AstraZeneca Plc menghentikan sementara uji coba klinisnya. Komite etik dan Data and Safety Monitoring Boards (DSMB) menghentikan uji coba vaksin perusahaan tersebut setelah satu relawan menderita penyakit yang tidak dapat dijelaskan.

Direktur National Institutes of Health Francis Collins mengatakan bahwa penghentian sementara itu merupakan tindakan pencegahan standar dalam uji coba vaksin. Tujuannya untuk memastikan uji coba vaksin tidak menyebabkan reaksi serius di antara peserta penerima vaksin.

Vaksin AstraZeneca adalah satu dari tiga vaksin virus korona yang memasuki uji coba Tahap 3 yang melibatkan 30 ribu orang. Di Indonesia, pengembangan vaksin corona dilakukan oleh PT Bio Farma dan Sinovac Biotech Ltd yang saat ini telah diujicoba oleh 450 relawan di Tanah Air.  

Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Fakultas Kedokteran Unpad Kusnandi Rusmil menyatakan relawan yang sakit dari vaksin AstraZeneca sebagai reaksi dari virus yang disuntikkan. Vaksin AstraZeneca memakai adenovirus dan virus Covid-19 yang masih hidup.

"Ternyata ketika vaksin AstraZeneca disuntikkan ke orang menimbulkan reaksi, meskipun enggak semuanya,” kata Kusnandi dihubungi Katadata.co.id, Kamis (10/9).

Berbeda dengan AstraZeneca, vaksin produksi Bio Farma dan Sinovac Biotech menggunakan virus yang sudah dimatikan. "Vaksin kita hanya dari virus Covid-19 yang sudah dimatikan sehingga tidak akan menyebabkan penyakit,” kata Kusnandi.



Dalam pemantauan hingga hari ini, para relawan yang menerima vaksin Bio Farma-Sinovac tidak menimbulkan reaksi serius. "Kalau ada apa-apa harus lapor, sejauh ini laporan yang masuk hanya seperti imunisasi biasa. Relawan merasakan panas sehari dua hari dan sembuh setelah diberikan paracetamol,” kata Kusnandi.

Kusnandi menjelaskan menggunakan virus yang sudah dimatikan, maka perlu dilakukan beberapa kali penyuntikan. Jarak waktu penyuntikan pertama dan kedua sekitar 14 hari dan akan ada pengawasan hingga 7 bulan berikutnya untuk melihat filter antobodi yang dibentuk.

“Berbeda dengan vaksin AstraZeneca, kalau punya kita enggak bisa seumur hidup karena kumannya sudah dimatikan. Tapi cara itu lebih aman," kata Kusnandi.

Meskipun jarang ditemui, para  pasien autoimun akan mendapatkan reaksi yang berat. "Biasanya reaksi berat ini dapat diketahui dalam 30 menit pertama setelah penyuntikan, tapi ini bersifat individu,” ujar Kusnandi.

Kusnandi mengatakan apabila terdapat reaksi berat, uji coba vaksin Bio Farma-Sinovac pun dapat dihentikan. Di Indonesia sendiri, pengembangan vaksin juga diawasi oleh komite etik, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan organisasi kesehatan dunia (WHO). 

Ilmuwan Sepakat Hindari Jalan Pintas Pembuatan Vaksin Covid-19

AstraZeneca PLc merupakan satu dari sembilan perusahaan yang menandatangani perjanjian untuk menghindari jalan pintas dalam proses pembuatannya. Sembilan perusahaan tersebut bersepakat meluncurkan vaksin hanya jika terbukti efektif dan aman teruji studi klinis besar.

Mereka yakni BioNTech SE, GlaxoSmithKline Plc, Johnson & Johnson, Merck & Co., Moderna Inc., Novavax Inc., Pfizer Inc. dan Sanofi.

Dikutip dari Bloomberg, perusahaan asal Tiongkok Sinovac Biotech Ltd. dan CanSino Biologics Inc. yang berasal dari Rusia tidak terlibat dalam kesepakatan tersebut. Dua perusahaan ini telah mulai menggunakan vaksin eksperimental sebelum uji coba pada manusia selesai.

Kepercayaan publik menjadi prioritas sehingga otoritas kesehatan tengah meyakinkan jutaan orang sehat di seluruh dunia untuk mengonsumsi vaksin di tengah pandemi corona. Dokumen perjanjian tersebut membuktikan persepsi bahwa percepatan produksi untuk kepentingan politik dapat membahayakan sisi keamanan vaksin.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa vaksin siap dirilis sebelum pemilihan presiden pada November nanti. Trump juga menuduh Food and Drug Aministration (FDA), badan pengawas obat dan makanan AS, memperlambat produksi untuk menyerang Trump secara politik.

Presiden Jokowi pun berharap vaksin corona segera dapat didistribusikan dengan target pada awal 2021. Pemerintah mengejar kerja sama dengan beberapa perusahaan vaksin dan mendapatkan komitmen pengiriman vaksin hingga 30 juta dosis pada akhir 2020. Komitmen terbanyak berasal dari Sinovac sebanyak 20 juta dosis.



Selain menggandeng Sinovac, vaksin juga akan dipasok oleh G42 dari Uni Emirat Arab sebanyak 10 juta dosis. Selain itu pemerintah mengembangkan vaksin merah putih melalui Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. Proses pengembangan bibit vaksin merah putih oleh Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman sudah mencapai 50%.

Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan upaya pengembangan vaksin tersebut menggunakan platform protein rekombinan.

Bambang memperkirakan vaksin merah putih baru dapat diproduksi massal pada akhir tahun depan. "Perkiraan triwulan IV 2021 kita bisa produksi dalam jumlah besar," kata Bambang usai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (9/9).

Sementara itu Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan vaksin virus corona baru tersedia paling cepat akhir tahun 2021. Sebab, vaksin tersebut harus melalui tiga fase pengujian untuk menjamin keamanan dan efektivitasnya.

Ketua Global Outbreak and Response Network WHO Dale Fisher menjelaskan estimasi tersebut belum termasuk waktu produksi, distribusi ke seluruh dunia, termasuk memberikannya ke pasien Covid-19. Adapun saat ini sudah ada 5 kandidat vaksin corona yang tengah menjalani pengujian fase 1.

“Akhir 2021 merupakan batas waktu yang sangat masuk akal. Kami selalu yakin bahwa pada April dan Mei pengujian tahap 1 percobaan kepada individual telah berjalan, untuk melihat apakah kandidat vaksin ini aman,” kata Fisher pada awal Mei lalu.

 Penyumbang Bahan/Reporter: Agatha Lintang