RUU Omnibus Law Cipta Kerja Rampung 90% di Tengah Gelombang Protes

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/POOL/wsj.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (20/7/2020). Airlangga menyebut pembahasan omnibus law hingga Selasa (15/9) telah mencapai 90%.
15/9/2020, 14.07 WIB

Meski demikian, RUU ini terus mendapatkan penolakan lantaran dianggap bisa mendatangkan berbagai masalah. Salah satunya adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang menganggap aturan ini berpotensi memudahkan penggusuran di daerah.

Mereka menyoroti adanya kemudahan pengadaan lahan di bawah 5 hektar dengan mengecualikan syarat konsultasi publik, kesesuaian ruang, pertimbangan teknis, bahkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

LBH Jakarta juga menyatakan perubahan skema Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung bisa menciptakan masalah koordinasi antara pusat dan daerah. Mengingat kewenangan menerbitkan persetujuan hanya dimiliki pemerintah pusat.

Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Inndonesia (KSPSI) juga menolak Omnibus Law lantaran ada sejumlah pasal yan berpotensi melucuti hak-hak pekerja. Beberapa yang dianggap merugikan adalah penghapusan upah minimum, risiko pengurangan pesangon dengan menghilangkan uang penggantian hak dan penghargaan masa kerja.

Sedangkan DPR mengatakan pembahasan klaster tenaga kerja akan dibahas paling akhir oleh dewan dan pemerintah. "Kecuali nanti ada rapat lagi yang menganulirnya," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika