Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja telah mencapai babak final. Saat ini, 95% pokok bahasan telah disepakati. Namun, satu hal yang masih alot pembahasannya adalah klaster ketenagakerjaan.

Pemerintah menyatakan masih memerlukan waktu untuk membahas lebih lanjut mengenai RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan. Belum ada titik temu dalam pembicaraan yang melibatkan unsur pengusaha dan buruh.

"Masih kami dalami lagi. Kami juga telah melakukan diskusi yang diikuti oleh beberapa ketua umum serikat pekerja, ada Apindo dan Kadin juga di situ,” kata Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi, Jumat (25/9).

Klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja seharusnya mulai dibahas di Badan Legislatif, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini. Namun, karena materi belum siap, Baleg mendahulukan pembahasan beberapa RUU lain.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan, ada 10 pokok pembahasan dalam klaster ketenagakerjaan.

Di antaranya, ada materi bagian umum, materi tenaga kerja asing (TKA), materi perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), materi alih daya, materi waktu kerja dan istirahat, materi pengupahan, materi pesangon dan pemutusan hubungan kerja (PHK), materi sanksi, materi jaminan kehilangan pekerjaan dan materi penghargaan lainnya.

Selanjutnya, pemerintah akan melakukan pendalaman dan pencermatan kembali terhadap masukan-masukan tim tripartit yang melibatkan unsur buruh dan unsur pengusaha.

Secara umum, pengusaha mendukung pembahasan RUU Cipta Kerja. Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menilai, Omnibus Law Cipta Kerja saat ini memang dibutuhkan. "Jika bisnis bagus, artinya pekerja juga bagus," ujarnya.

Sebaliknya, kalangan buruh masih bersikap kritis. Mereka menggelar unjuk rasa di berbagai kota untuk menyuarakan protes.

AKSI MENOLAK OMNIBUS LAW RUU CIPTA KERJA (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.)

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, tidak mungkin pembahasan RUU ini bisa selesai dalam waktu singkat. “Sementara sikap buruh tetap menolak disahkan,” ujarnya.

Ada beberapa poin dalam pembahasan Omnibus Law yang ditolak oleh buruh. Di antaranya, hilangnya hak cuti haid, masa kontrak yang bisa berlaku seumur hidup, kemudahan masuknya tenaga kerja asing, hingga berkurangnya pesangon.

15 Poin Omnibus Law Disepakati

Sebelumnya, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menjelaskan dari 10 klaster, sudah 95% disepakati di tingkat panja DPR dengan pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Koordinator Perekonomian.

"Alhamdulillah dari 10 klaster, sudah 95% disepakati di tingkat panja," ujar Supratman dalam diskusi virtual bertema Menimbang Urgensi Omnibus Law di Tengah Pandemi yang diadakan Policy Center Iluni UI.

Draf RUU Cipta Kerja tebalnya hampir 2.000 halaman. Isinya mencakup 11 klaster yang terdiri dari 15 bab dan 174 pasal. Hingga saat ini, 15 subtansi RUU Cipta Kerja yang telah disepakati antara pemerintah dan Baleg DPR. Berikut rinciannya:

1. Kesesuaian Tata Ruang

Kesesuaian tata ruang menyangkut tata ruang di darat dan luat, termasuk kawasan hutan. Kesesuaian tata ruang ini diharapkan dapat mempermudah perizinan usaha, terutama di sektor tambang dan agrobisnis.

2. AMDAL Tidak Dihilangkan

Dalam draft pertama yang diajukan, pemerintah ingin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dihilangkan. Namun, ketentuan tersebut akhirnya dipertahankan. Ketentuan soal AMDAL akhirnya disepakati untuk menyederhanakan proses bisnis, tanpa menghilangkan esensi perlindungan lingkungan.

3. Persetujuan Bangunan Gedung dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)

Pemerintah akan menerapkan persetujuan pembangunan gedung, dengan menerapkan standar dan sertifikat layak fungsi. Panduannya akan disiapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

4. Penerapan Perizinan Berbasis Risiko (Risk Based Approach)

Perizinan berusaha akan didasarkan atas risiko rendah, menengah, dan tinggi. Risiko rendah dengan pendaftaran, risiko menengah dengan pemenuhan standar, dan risiko tinggi dengan izin.

5. UMKM dan Koperasi

Lewat RUU Cipta Kerja, UMKM dan Koperasi akan mendapatkan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan.

REALISASI DANA PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL UNTUK UMKM (ANTARA FOTO/Makna Zaezar/nz.)

6. Riset dan Inovasi

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan ditugaskan untuk membawahi riset dan inovasi. Serta akan ada kelembagaan riset dan inovasi di daerah.

7. Tindak Lanjut Putusan World Trade Organization (WTO)

Tindak lanjut putusan WTO atas Dispute Settlement (DS) 477 dan DS 478 atas ketentuan impor atas 4 UU (UU Pangan, UU Peternakan, dan Kesehatan Hewan, UU Hortikultura, dan UU Perlindungan dan pemebrdayaan Petani). Ketentuan ini dibuat untuk melindungi produk dalam negeri.

8. Perizinan Usaha di Pusat dan Daerah

Pelaksanaan kewenangan perizinan tetap dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda) dengan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NPSK) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat dapat mengambil alih perizinan berusaha dalam hal pemda tidak melaksanakan atau tidak sesuai dengan NPSK.

9. Lembaga Pengelola Investasi (LPI)

Pembentukan LPI sebagai sui generis untuk meningkatkan investasi dengan optimalisasi aset pemerintah dan BUMN. LPI mengacu kepada lembaga serupa yang telah berjalan dengan baik, antara lain Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Rusia.

10. Pengadaan Lahan dan Bank Tanah

Penyederhanaan proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pembentukan Bank Tanah juga dilakukan untuk melakukan pengelolaan tanah termasuk untuk redistribusi lahan kepada masyarakat.

11. Persyaratan Investasi (Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka)

Bidang usaha yang tertutup didasarkan atas kepentingan nasional, atas kepatutan dan konvensi internasional. Ketentuan syarat investasi dalam UU sektor dan diatur di Perpres. Perlindungan terhadap UMK hanya boleh dalam negeri, dan meningkatkan kapasitas melalui kemitraan.

12. Sertifikasi Jaminan Produk Halal

Pelaksanaan sertifikasi produk halal diperluas dengan melibatkan unsur organisasi keagamaan untuk percepatan pelaksanaan sertifikasi jaminan produk halal (JPH). Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetap memebrikan fatwa halal.

13. Pencabutan Peraturan Daerah (Perda)

Pencabutan Perda dan ketentuan Kepala daerah sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pemerintah pusat melakukan penyelarasan dan sinkronisasi.

14. Kemudahan Berusaha

Kemudahan berusaha meliputi penyederhanaan pelayanan imigrasi bagi investor, pendirian PT Perseroangan untuk usaha mikro dan kecil (UMK), jaminan ketersediaan bahan baku bagi industri dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) berbentuk badan hukum.

15. Penataan Ulang Sanksi

Pelanggaran ketentuan administrasi dikenakan sanksi administrasi. Sementara pelanggaran yang menimbulkan risiko K3L (kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan) dikenakan sanksi pidana.

Reporter: Rizky Alika