Ada UU Cipta Kerja, Perlukah Sertifikasi Halal bagi UMKM Kala Pandemi?

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.
Seorang desainer yang juga pengusaha busana wanita beralih usaha menjadi pelaku UMKM makanan olahan akibat pandemi COVID-19 di Karang Arum, Pasir Jati, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (8/6/2020). Presiden Joko Widodo berencana memberikan sertifikasi halal secara gratis pada pelaku UMKM dengan menerbitkan rancangan peraturan pemerintah tentang produk halal.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
20/10/2020, 14.06 WIB

Pandemi Covid-19 menimbulkan berbagai efek domino terhadap ekonomi, termasuk pada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Di tengah situasi ini, seberapa penting sertifikasi halal bagi produk UMKM?

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, omzet UMKM dapat meningkat 8,53% setelah mendapatkan sertifikasi halal. Kesimpulan itu didapatnya dari survei kementeriannya pada 2014-2019.

"Jadi ini direspons oleh publik dan memang sertifikasi halal ini dibutuhkan," kata Teten dalam Peresmian Peluncuran Program Pelatihan Digitalisasi Pemasaran dan Manajemen Halal bagi UMKM yang disiarkan secara virtual, Selasa (20/10).

Pasar produk halal di Indonesia memang terbilang besar sebab sekitar 85% penduduk beragama Islam. Bagaimanapun, Indonesia belum masuk peringkat sepuluh besar dunia berbagai negara penghasil makanan (bersertifikat) halal.

Berdasarkan State of Global Islamic Economy Report pada 2019-2020, tantangan terbesar sertifikasi halal bagi UMKM ialah akses pembiayaan. Akibatnya, hanya pengusaha menengah dan besar yang memiliki modal untuk mendapatkan sertifikasi halal.

Berikut adalah Databoks mengenai nilai impor makanan halal Indonesia:

Perlu diketahui, biaya sertifikasi halal untuk UMKM oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) selama ini mencapai Rp 1 juta. Itu pun belum termasuk biaya auditor dan pelatihan.

Kini, melalui omnibus law UU Cipta Kerja, pemerintah memberikan fasilitas sertifikasi halal gratis bagi UMKM. Selain itu, prosesnya tak lagi dimonopoli MUI, melainkan oleh bisa dilakukan melalui Ormas Islam dan Perguruan Tinggi Negeri.

Selain itu, Kemenkop UKM akan terus mengembangkan inisiatif program maupun kebijakan untuk mendukung pengembangan produk halal. Selain sertifikasi halal, pendampingan juga dilakukan dalam bentuk pemberian edukasi manajemen produk halal maupun pendaftaran sertifikasi halal.

"Kami juga punya berbagai program pelatihan di 71 pusat layanan usaha terpadu di berbagai kabupaten/kota," kata Teten.

Selain itu, Kemenkop UKM akan memberikan pelatihan digital dan manajemen produk halal bagi seribu pelaku UMKM. Pelatihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan literasi UMKM terhadap pentingnya sertifikasi halal.

Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan, sertifikasi halal dapat meningkatkan nilai tambah produk serta memberikan kepastian jaminan produk halal. Hal ini juga tertuang dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

"Penting bagi pelaku usaha dalam memahami JPH sekaligus memastikan produk yang dijual dan diperdagangkan di masyarakat telah memenuhi aspek kehalalan," kata Fachrul.

Kementerian Agama melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) telah mengalokasikan anggaran 2020 berupa fasilitasi sertifikasi halal kepada 3.283 pelaku UMKM. Fasilitas tersebut guna menjalankan kebijakan sertifikasi halal gratis bagi UMKM.

Ia pun mencatat, masih banyak UMKM yang perlu disertifikasi. Berdasarkan catatannya, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 62,5 juta pelaku usaha.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah berkomitmen melakukan penyederhanaan dan percepatan proses perizinan dalam sertifikasi halal. Hal ini tertuang dalam UU Cipta Kerja.

"UU Cipta Kerja berisi kemudahan penetapan kehalalan produk oleh Majelis Ulama Indonesia di provinsi dan Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh yang dilakukan dalam sidang fatwa halal," katanya.

Jualan Online

Selain menyampaikan seminar soal pentingnya jaminan kehalalan produk, pemerintah juga terus mendorong UMKM untuk mulai berjualan secara online. Sebab, ada perubahan perilaku konsumen yang lebih banyak berbelanja secara online kala pandemi.

Selama ini, platform digital telah digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia. Dalam Report on Indonesia E-commerce dari Redseer, diproyeksikan adanya peningkatan transaksi e-grocery hingga 400% di 2020, sedangkan penjualan online untuk produk kecantikan dan fesyen meningkat sebesar 80% dan 40% dibanding tahun lalu.

Dengan demikian, salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM di masa pandemi Covid-19 adalah dengan pemanfaatan teknologi digital. Namun, banyak UMKM yang belum mampu melakukan transaksi daring secara optimal karena terkendala masalah kualitas produk, kapasitas produksi, serta rendahnya literasi digital.

“Saat ini, baru sebanyak 8,3 juta dari 56 juta pelaku UMKM secara nasional yang memanfaatkan teknologi digital, padahal ini lebih diperlukan saat pandemi Covid-19,” kata Wakil Presiden RI K.H. Ma’ruf Amin mengungkapkan dalam sambutannya di acara “Peresmian Peluncuran Program Pelatihan Digitalisasi Pemasaran dan Manajemen Produk Halal bagi UMKM”.

Tak hanya UMKM konvensional, pemerintah juga ingin mendorong penciptaan UMKM berbasis syariah yang dapat berperan dalam global halal value chain. Sehingga, hal ini akan dapat memacu pertumbuhan usaha dan meningkatkan ketahanan ekonomi umat di dalam negeri juga. Caranya antara lain melalui penyederhanaan perizinan dan fasilitasi biaya sertifikasi halal.

“Kita ingin industri halal Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri sekaligus pemain global,” kata Ma’ruf.

Gaya hidup halal (halal lifestyle) tak dipungkiri telah berkembang pesat dalam dua dasawarsa terakhir, baik secara global maupun nasional. Data dari The State of the Global Islamic Economy Report 2019/2020 melaporkan besaran pengeluaran makanan dan gaya hidup halal umat muslim di dunia mencapai US$2,2 triliun pada 2018 dan diperkirakan akan terus tumbuh mencapai US$3,2 triliun pada 2024.

Saat ini, Indonesia   masih menjadi konsumen produk halal. Pada 2018, Indonesia telah membelanjakan sekitar US$214 miliar untuk produk makanan dan minuman halal, sehingga kita menjadi konsumen terbesar dibandingkan negara-negara muslim lainnya. “Jadi, kita harus dapat memanfaatkan potensi halal dunia, yaitu dengan meningkatkan ekspor yang masih 3,8% dari total pasar halal dunia,” ujarnya.

Reporter: Rizky Alika