Kemitraan Kehutanan, Buah Perjuangan Masyarakat Simpang Macan Luar

CAPPA Keadilan Ekologi
Dokumentasi kegiatan masyarakat adat Simpang Macan Luar saat berladang
Penulis: Hanna Farah Vania - Tim Riset dan Publikasi
22/10/2020, 09.00 WIB

Upaya pengumpulan bukti itu tersebut berdampak positif. Akhirnya kesepakatan antara masyarakat Simpang Macan Luar dengan PT REKI lahir. Nota kesepahaman (MoU) disepakati pada akhir 2015 dengan isi pembahasan meliputi ruang kelola dan jenis tanaman tertentu yang dapat ditanam.

Meski sudah lahir kesepakatan, dalam proses pemantauannya masih ditemukan banyak kendala, lantaran informasi kesepakatan hanya berputar di tingkat atas perusahaan tersebut. Akibatnya, para pendamping dan masyarakat menemukan kesulitan untuk mengelola kawasannya karena masih dihalangi oleh petugas setempat.

Kemitraan Kehutanan Jadi Jalan Keluar

Kemunculan program Perhutanan Sosial pada 2016 menjadi cahaya terang. Berbagai pihak meyakini skema Kemitraan Kehutanan pada program Perhutanan Sosial dapat menjadi jalan keluar konflik yang paling tepat. Tak lama setelah Peraturan Menteri LHK Nomor 83 Tahun 2016 tersebut keluar, seluruh pihak menyelaraskan MoU yang telah dibuat untuk mendapatkan kepastian hukum yang lebih kuat melalui skema Kemitraan Kehutanan.

Sebelum akhirnya muncul kepastian hukum melalui skema kemitraan, dokumen Naskah Kesepakatan Kerja sama (NKK) dibuat. Akhirnya, Surat Keputusan Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (SK Kulin KK) antara masyarakat Simpang Macan Luar dengan PT REKI lahir pada Februari 2019.

Berdasarkan hasil kesepakatan, masyarakat Simpang Macan Luar mendapatkan izin mengelola lahan seluas 399 hektare (ha) untuk 37 kepala keluarga (KK). Meski luas awal yang dimiliki masyarakat adat ini sekitar 830 ha, mereka tetap lega sudah dapat mengelola tanahnya sendiri. Dedi Gustian menilai upaya yang sudah dicapai sebetulnya tidak mudah.

Pasalnya, ketika merujuk regulasi skema kemitraan, masyarakat mendapat lahan seluas 2 ha untuk 1 KK. PT REKI melihat luasan yang ada tidak sesuai dengan jumlah KK ketika merujuk regulasi. Namun, para pendamping terus berupaya untuk memberi pemahaman bahwa kepemilikan lahan bukanlah milik individu. “Karena ini pendekatannya masyarakat adat, kepemilikan dan pengelolaan lahan adalah komunal,” kata Dedi.

Masyarakat setempat juga sudah dapat melakukan budidaya karet dengan teknik agroforestry sejak 2017, saat proses mendapatkan SK Kulin KK dilakukan. Budidaya karet dilakukan di Kebun Percontohan Demplot dengan lahan awal seluas 2 ha dan kini sudah mencapai 40 ha. Selain itu PT REKI berkontribusi memberi bibit budidayanya.

 
Hasil Analisis Kesejahteraan Masyarakat Simpang Macan Luar oleh CAPPA Keadilan Ekologi (2020) 

Setelah kesepakatan lahir, Aini dan masyarakat Simpang Macan Luar sudah dapat menghidupi kehidupannya kembali. Tanaman karet yang mereka tanam sudah menuai hasil. Getah karet dapat dihasilkan 1,5 sampai 2 kuintal per bulannya di wilayah tersebut. “Satu keluarga sudah bisa mendapat pemasukan Rp1 juta sampai Rp1,5 juta perbulan sekarang,” katanya.

Halaman: