Luhut Ingin "Jual" Komodo lewat Konsep Wisata Premium Bintang Enam

ANTARA FOTO/HENDRA NURDIYANSYAH
Wisatawan melihat satwa Komodo (Varanus Komodoensis) di Pulau Rinca, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Rabu (17/1). Menurut data Taman Nasional Komodo (TNK) kunjungan wisatawan di salah satu destinasi wisata unggulan nasional ini meningkat lebih dari 120.000 orang dengan pendapatan Rp27 miliar selama tahun 2017.
27/11/2020, 16.42 WIB

Pembangunan pariwisata super premium di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT) menuai kritik sejumlah pihak. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun menyatakan,  lokasi komodo cuma ada satu di dunia sehingga harus dikomersialkan.

Pemerintah akan memutuskan destinasi yang menjadi tujuan turis secara masif di antara Pulau Rinca atau Pulau Komodo. Kemudian, salah satu di antaranya akan menjadi destinasi six stars, sehingga pengunjung akan dikenakan tiket mahal di wilayah premium tersebut.

"Saya pikir komodo ini cuma satu-satunya di dunia, jadi kita harus jual," kata Luhut dalam Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Pengembangan Lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) yang disiarkan secara virtual, Jumat (27/11).

Menurutnya, banyak pihak yang menganggap remeh Indonesia lantaran dianggap tidak merawat komodo. Padahal, pemerintah memiliki tujuan untuk merawat warisan dunia tersebut. "Kalau dibilang komersil ya, kita harus komersil karena kita mau rawat binatang ini," ujar dia.

Luhut juga akan menggelar rapaat bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pemerintah daerah, dan Otorita Labuan Bajo. Hal ini untuk merumuskan Peraturan Presiden tentang Badan Otorita Labuan Bajo.

Selain itu Luhut juga menceritakan pengalamannya saat bertemu dengan Bank Dunia. Organisasi internasional tersebut menganggap Indonesia tidak memperhatikan lingkungan. Hal ini tercermin dari sejumlah regulasi yang tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Padahal, Luhut menyebutkan Indonesia melakukan restorasi lingkungan melalui penanaman mangroce seluas 6.300 hektare. Tak hanya itu, pemerintah juga mendorong restorasi terumbu karang hingga moratorium kelapa sawit. "Juga mereka anggap kita tidak peduli sama komodo. Ini kita sangat peduli," ujar dia.

Dalam kesempatan tersebut, Luhut juga meminta Gubernur NTT untuk menggandeng ahli kelas dunia pada bidang penataan wisata super premium. Kerja sama ini dilakukan untuk mengelola Pulau Rinca atau Pulau Komodo.

Pernyataan Luhut tersebut dijelaskan untuk menanggapi masukan dari Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat. Viktor menyebutkan, konsep desain super premium di Labuan Bajo belum terlalu jelas.

Oleh karena itu, ia mendorong desain pariwisata di Labuan Bajo untuk mengusung konsep kembali ke alam agar komodo dapat hidup dengan baik. "Yang dilindungi kan komodonya, bukan manusianya," ujar Viktor.

Ia pun meminta, rantai pasok di Labuan Bajo perlu berasal dari produk lokal lantaran rantai pasok komoditas seperti telur dan daging masih bergantung pada daerah lain. Politisi Partai Nasdem tersebut mengatakan pentingnya pasokan dari warga lokal untuk menekan angka kemiskinan.

Oleh karena itu, ia berharap Badan Otorita Labuan Bajo dapat mendukung pemerintah provinsi untuk mengisi kekurangan rantai pasok. "Jadi kalau rantai pasok di Flores macet, kita tahu," ujarnya.

Di sisi lain, Viktor juga berpesan kepada Luhut agar tidak hanya tertarik pada pembuatan atraksi. Menurutnya, Labuan Bajo sudah memiliki atraksi utama, yaitu komodo. "Ini atraksi yang tidak ada lagi lawannya, komodo yang kuno," katanya.

Terakhir, ia meminta promosi wisata Labuan Bajo dapat dilakukan secara fokus. Ia menilai, promosi wilayah tersebut masih terbagi dalam beberapa hal sehingga membingungkan pemerintah daerah.

Sebelumnya Koalisi masyarakat Pulau Komodo mendesak Dewan Perwakilan Rakyat menggagalkan rencana pemerintah membangun wisata ala Jurassic Park di kawasan Taman Nasional Komodo di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.  Konsep wisata super premium di Pulau Komodo yang akan dibanderol dengan tiket masuk senilai US$ 1.000 menuai kontroversi.  

Koalisi masyarakat Pulau Komodo ini telah menyampaikan aspirasinya kepada anggota DPR. "Kami menolak keras proyek ini dan meminta DPR untuk mengambil sikap. Jangan sampai DPR ikut menyetujui program-program yang merampas lahan masyarakat untuk investasi skala besar,” kata Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika dalam konferensi pers, Rabu (25/11).

Reporter: Rizky Alika