Pemerintah tengah membahas aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja atau omnibus law. Ada puluhan aturan turunan yang targetnya dapat diimplementasikan dalam tiga bulan mendatang.
"Target diimplementasikan pada Februari 2021," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam sebuah webinar, Senin (30/11).
Saat ini, lanjut dia, ada aekitar 44 aturan turunan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) yang telah diidentifikasi. Pada Desember mendatang, seluruh regulasi mengenai Sovereign Wealth Fund (SWF) diperkirakan selesai dan siap diberlakukan pada Januari mendatang.
Ia menjelaskan, omnibus law mengamendemen sebanyak 79 Undang-Undang (UU) dengan total 1.244 pasal. Secara rinci, ada sebelas klaster di dalam aturan tersebut, yaitu penyederhanaan berbisnis yang terdiri dari 52 UU, kebutuhan investasi 13 UU, tenaga kerja aturan, serta kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan mikro, UKM sebanyak 3 UU.
Kemudian, ada kemudahan berusaha sebanyak 9 UU, dukungan untuk inovasi dan penelitian 2 UU, administrasi pemerintah untuk mendukung penciptaan lapangan kerja 2 UU, sanksi 49 UU, pengadaan tanah 2 UU, investasi pemerintah pusat dan kemudahan untuk Proyek Startegis Nasional 2 UU, dan kawasan ekonomi 5 UU.
Menurutnya, aturan sapu jagat tersebut dirancang untuk menyelesaikan permasalahan Indonesia sebagai negara yang dianggap rumit untuk melakukan bisnis. Oleh karenanya, pemerintah bekerja keras untuk meningkatkan peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) Indonesia.
Di sisi lain, sejumlah aturan di daerah juga dinilai tumpang tindih. Tak hanya itu, UU Cipta Kerja diharapkan dapat mengatasi kartel, praktik monopoli pada sektor bisnis strategis, serrta mencegah budaya korupsi di sektor swasta. "Ini agar memudahkan investor ke Indonesia," ujar dia.
Selain itu, pemerintah juga melakukan penyederhanaan izin usaha berbasis risiko yang meliputi risiko rendah, menengah, dan tinggi. Saat ini, registrasi untuk kegiatan usahaberisiko rendah hanya memerlukan Nomor Induk Berusaha (NIB).
Kemudian, kegiatan usaha berisiko menengah rendah memerlukan NIB dan standar sertifikasi yang dinyatakan oleh bisnis tersebut bahwa telah memenuhi sejumlah standar, seperti standar lingkungan. Sedangkan, kegiatan usaha berisiko menengah tinggi memerlukan sertifikasi standar yang diverifikasi dengan proses uji tuntas oleh pemerintah.
Sementara, usaha berisiko tinggi memerlukan NIB dan izin pemerintah. Untuk mendapatkan izin pemerintah, Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) diperlukan sebagai prasyarat.
"Jangan salah mengerti tentang ini, masyarakat pikir tidak ada Amdal. Amdal masih ada untuk risiko tinggi," ujarnya.
Berikut adalah Databoks tentang potret kemudahan investasi di Indonesia:
Salah satu aturan turunan dari UU Cipta Kerja yang tengah disiapkan adalah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perizinan Usaha. Direktur Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Kerja sama Kementerian Dalam Negeri Prabawa Eka Soesanto menyatakan, proses izin berusaha ini akan terintegrasi secara elektronik yang menggunakan sistem Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA).
"Kegiatan perizinan berusaha di daerah yang proses pengelolaannya secara elektronik mulai dari tahap permohonan, sampai terbitnya dokumen akan dilakukan secara terpadu dalam satu pintu dan satu tempat,” ujar Prabawa dalam Dialog RPP Perizinan Berusaha di Daerah, Senin, (30/11).
Sementara itu Direktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Research Institute Agung Pambudhi mengatakan, RPP ini akan menyederhanakan dan mengintegrasikan perizinan dasar dari sejumlah Undang-Undang yang terkait dengan izin lokasi, lingkungan juga bangunan gedung.
Karena itu, nantinya izin usaha harus memiliki Nomor Induk Bersama (NIB), memenuhi standar profesi bersertifikasi juga wajib memiliki izin. Ia menambahkan, perizinan OSS RBA turut menempatkan pemerintah maupun pemda sebagai pemegang otoritas untuk menerbitkan izin berusaha.