Sebuah sejarah tercipta dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Rabu (9/10) lalu. Putra sulung Presiden Joko Widodo yakni Gibran Rakabuming Raka dan sang menantu, Bobby Nasution, unggul dari lawannya pada pemilihan Wali Kota Surakarta dan Medan.
Hasil hitung cepat lembaga survei Charta Politika menunjukkan, Gibran yang berpasangan dengan Teguh Prakosa unggul jauh atas Bagyo Wahyono dan FX Suparjo dengan angka 87,1% melawan 12,85%.
Sedangkan Bobby yang berpasangan dengan kader Gerindra Aulia Rachman melaju di depan inkumben Akhyar Nasution dengan perolehan 54,12% melawan 45,88% dari hitung cepat Poltracking.
Jika mereka menang, maka untuk pertama kalinya Presiden RI memiliki anak dan menantu yang memimpin daerah ketika masih menjabat.
Sejak awal, Gibran diprediksi melaju mulus bak di jalan bebas hambatan dalam pesta politik lokal ini. Selain tingkat pengenalan tinggi, ia juga diuntungkan kondisi Solo yang merupakan kandang PDI Perjuangan.
"Pilkada Surakarta, jalan tol buat Gibran-Teguh," kata Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari dalam pemaparan survei jelang Pilkada, Senin (7/12) lalu.
Namun hal ini menimbulkan pandangan lain, pengamat politik dari Universitas AL-Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan sebuah dinasti politik keluarga Jokowi telah terbentuk.
“Karena yang dicalonkan dalam dinasti politik itu tak pernah berdarah-darah dan berkeringat di partai serta tak punya pengalaman politik dan pemerintahan," kata Ujang kepada Katadata.co.id, Kamis (10/12).
Adapun, posisi Wali Kota merupakan pertaruhan politik Gibran dan Bobby sebelum menapaki jenjang politik yang lebih tinggi. Namun menurut peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA Rully Akbar, hal tersebut tak mudah lantaran keduanya harus memiliki jam terbang dan pembuktian dalam memimpin sebuah kota terlebih dulu.
Rully mengatakan saat ini adalah waktu yang tepat bagi keduanya untuk mengerjakan janji politik ketimbang memikirkan lompatan politik berikutnya. Ini untuk membuktikan bahwa mereka bisa lepas dari bayang-bayang Jokowi sebagai patron.
“Ketika mereka maju dengan mengedepankan nama besar, akan jadi pertanyaan. Tapi kalau bertarung program, bisa dikompetisikan," kata Rully.
Jika keduanya terbukti bisa menjalankan tugas dengan baik, maka bekal menuju panggung yang lebih besar akan muncul. “Tapi ketika buruk saat jadi wali kota, jadi negatif untuk maju ke panggung lebih besar,” katanya.
Etika Politik
Soal dinasti politik, Ujang mengatakan meski hal tersebut dibolehkan, namun baik Gibran maupun Bobby dianggap menabrak etika yang ada. Hal ini lantaran keduanya belum memiliki pengalaman namun terkesan dikarbit. “Jadi dipaksakan yang penting jadi, mumpung ayahnya lagi punya jabatan,” katanya.
Rully juga mengatakan tak bisa dipungkiri bahwa nama seperti Gibran dan Bobby akan identik dengan lingkaran Istana. Meski demikian masyarakat tak bisa menyalahkan mereka lantaran keduanya memiliki hak politik untuk maju.
Selain itu dia juga menjelaskan adanya kekhawatiran penggunaan alat atau fasilitas negara untuk kepentingan keduanya belum terbukti. “Karena kompetitor lain tidak pernah melaporkan adanya tuduhan penggunaan infrastruktur negara,” katanya.
Adapun Gibran sejak jauh-jauh membantah keikutsertaannya dalam Pilkada merupakan bentuk dinasti politik. Gibran mengatakan dirinya bisa kalah dan bisa menang dalam Pilkada Solo 2020.
“Jadi tidak ada kewajiban untuk mencoblos saya. Ini kan kontestasi, bukan penunjukkan,” kata Gibran bulan Juli lalu.
Baik Gibran maupun Bobby juga enggan memastikan kemenangan lantaran proses penghitungan aktual masih dilakukan di tengah KPU. Namun, keduanya telah menerima pesan dari Jokowi di hari pencoblosan. “Pesan mertua, tetap jaga kesehatan, tetap semangat dan tetap tunggu hasil dari KPU," ujar Bobby.
Adapun Jokowi sejak Desember 2019 sudah buru-buru mengatakan keikutsertaan anak dan menantunya dalam Pilkada bukan bagian dari rencananya membangun dinasti politik. Presiden menyatakan hal tersebut merupakan keputusan pribadi Gibran dan Bobby.
"Terserah yang punya hak pilih, kalau rakyat enggak memilih?,” kata Presiden Desember 2019 lalu.