Presiden Joko Widodo atau Jokowi akhirnya menggratiskan vaksin virus corona untuk masyarakat. Dia bahkan bersedia menjadi yang pertama mendapatkan suntikan untuk membuktikan keamanan vaksin.
Pemerintah sejauh iin menetapkan enam jenis vaksin yang akan digunakan di Tanah Air. Keenam jenis vaksin tersebut yaitu Sinovac, Sinopharm, Pfizer/BioNTech, Moderna, AstraZeneca, dan Bio Farma.
Semua jenis vaksin itu dapat mulai beredar di publik setelah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Adapun setiap jenis vaksin memiliki perbedaan dari segi efikasi, jenis vaksin, hingga harga per dosisnya.
Berikut profil tiap vaksin yang nantinya akan jadi konsumsi masyarakat Indonesia berdasarkan data Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI):
CoronaVac (Sinovac)
Secara klinis, vaksin itu merupakan inactived vaccine yang secara umum terbuat dari mikroorganisme yang sudah dimatikan dengan proses kimia, radiasi, dan sebagainya.
Melansir panduan vaksin WHO untuk Indonesia, vaksin tipe ini memerlukan dua dosis untuk menimbulkan respon kekebalan yang memadai. Sehingga vaksin buatan Tiongkok itu diperkirakan dijual dengan harga US$ 30 dolar per dua dosis atau sekitar Rp 425 ribu.
Adapun jenis inactived vaccine dinilai tidak berisiko menimbulkan penyakit lantaran tidak mengandung komponen hidup dari mikroba. Namun, vaksin jenis itu tidak selalu bisa meransang imunitas. Jika muncul kekebalan, efeknya ditaksir tidak bertahan seumur hidup.
Indonesia berkomitmen untuk menghadirkan tiga juta dosis CoronaVac yang terbagi atas dua kloter. Kloter pertama sebanyak 1,5 juta dosis pada November 2020, dan 1,5 juta sisanya pada Desember 2020. Namun, Sinovac baru bisa mendatangkan 1,2 juta dosis pada 6 Desember lalu.
Vaksin itu sudah memasuki tahap ketiga uji coba yang diakukan di Indonesia, Turki, dan Brazil. Adapun jumlah peserta uji ketiga ini sebanyak 9.000 orang.
Hasil uji coba tahap pertama dan kedua menunjukkan hasil efikasi yang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan vaksin buatan Moderna dan Pfizer pada tahapan yang sama. Meski begitu, vaksin tersebut sudah mendapat izin guna terbatas di Tiongkok.
BBIBP-CorV (Sinopharm)
Vaksin Sinopharm memiliki beberapa kesamaan dengan CoronaVac besutan Sinovac. Salah satunya yaitu tipe vaksin yang merupakan inactive vaccine.
Hal itu menempatkan vaksin asal Tiongkok dalam posisi yang serupa dengan CoronaVac dari segi ketahanan dan efek samping. Selain itu, vaksin tipe itu memiliki kelebihan dari sisi penyimpanan.
Berbeda dengan beberapa jenis lainnya, innactive vaccine dapat disimpan di suhu yang tidak terlalu dingin. Dalam penyimpanannya, vaksin ini dapat disimpan dan tetap efektif pada suhu 2-8 derajat Celcius.
Dalam pengujian, BBIBP-CorV kembali memiliki kesamaan dengan CoronaVac, yakni sama-sama masih berada di tahap ketiga pengujian. Bedanya, pengujian dilakukan terhadap 21 ribu orang di Tiongkok, Uni Emirat Arab (UEA), dan Turki.
Berdasarkan studi kasus untuk fase pertama dan kedua, vaksin ini menunjukkan efikasi hingga 100%. Namun, data uji klinik tahap ketiga belum menunjukkan hasil yang jelas hingga saat ini. Meski begitu, izin penggunaan terbatas vaksin Sinopharm sudah diterbitkan di Tiongkok.
Dari segi harga, vaksin tersebut ditaksir berkisar US$ 145 dolarper dua dosis, atau sekitar Rp 2,06 juta. Berbeda dengan CoronaVac tadi, pemerintah Indonesia akan membeli 65 juta dosis vaksin ini hingga akhir 2021.
AZD1222 (AstraZeneca-Oxford)
Vaksin ini merupakan satu-satunya vaksin buatan Inggris yang rencanannya dibeli pemerintah Indonesia. Vaksin tersebut memiliki banyak perbedaan dengan dua vaksin buatan Negeri Tirai Bambu sebelumnya.
Salah satunya ialah tipe vaksin AZD1222. Vaksin ini bukan merupakan inactivated vaccine, melainkan menggunakan adenovirus. Mengutip Dr. Sanchari-Sinha-Dutta, adenovirus merupakan virus DNA beruntai ganda yang tidak terbungkus.
Dengan mengadopsi adenovirus sebagai bahan dari vaksin, Ia menilai bahwa vaksin umumnya aman dan tidak memiliki efek samping yang relatif sedikit. Selain itu, kelebihan vaksin meliputi stabilitas thermal yang lebih tinggi dan mudah masuk ke dalam tubuh melalui jalur mukosa sistemik atau pernapasan.
Vaksin dengan bahan dasar adenovirus ini sebelumnya sudah digunakan untuk memerangi penyakit lainnya seperti HIV, ebola, influenza, Mycobacterium tuberculosis, dan Plasmodium falciparum.
Dari segi harga, vaksin ini merupakan yang paling murah di antara vaksin impor lainnya. Harga vaksin ditaksir berada pada US$ 4 per dua dosis, atau berkisar Rp 56 ribu. Sama dengan vaksin lainnya, masyarakat perlu mengonsumsi dua dosis vaksin per orang.
Pemerintah berkomitmen akan mendatangkan 100 juta dosis vaksin ini hingga Maret 2021. Namun, vaksin ini juga masih berada pada tahap ketiga uji coba di AS, India, Brazil, Afrika Selatan, dan Inggris dengan total 30 ribu orang peserta. Hasil interim fase ketiga menunjukkan efikasi sebesar 70%.
Hasil uji coba tahap pertama dan kedua mengungkap bahwa lebih dari 1000 relawan melaporkan bahwa sistem imun bertahan selama dua bulan. Selain itu, izin penggunaan terbatas juga belum terbit di negara manapun terkait penggunaan vaksin ini.
Mrna-1273 (Moderna)
Memiliki kemiripan dengan vaksin buatan AstraZeneca dan Oxford, Moderna mengembangkan vaksin dengan mengambil bagian dari mikroorganisme. Bedanya, Mrna-1273 merupakan vaksin berbasis messenger RNA (mRNA).
Secara umum, vaksin berbasis mRNA mendorong sel-sel dalam tubuh untuk membentuk antibodi terhadap COVID-19. Sel tubuh yang sudah menerima ‘perintah’ dari vaksin ini akan membentuk spike protein, sebuah bagian yang tidak berbahaya tetapi ada juga pada bagian luar virus COVID-19.
Akibat sel-sel tubuh membentuk spike protein ini pada bagian permukaan sel, sistem imun tubuh akan membaca kondisi tersebut dan mulai memproduksi antibodi. Dengan demikian, tubuh pengguna pada akhirnya akan mempelajari cara bertahan dari infeksi sejenis di masa mendatang.
Dengan kata lain, vaksin berbasis mRNA seolah menipu sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi yang mumpuni untuk menangkal virus, bahkan sebelum terinfeksi.
Teknologi mRNA merupakan yang terbaru dan terdepan. Melansir Horizon Magazine, Profesor Michel Goldman dari Université Libre de Bruxelles, Belgia mengatakan bahwa teknologi itu merupakan percepatan dan hasil uji klinis dapat digunakan untuk mempersiapkan epidemi di masa mendatang.
Namun, vaksin ini mengharuskan tenaga kesehatan mempersiapkan unit penyimpanan yang memadai. Sebab, vaksin ini harus berada pada kondisi sangat dingin, yakni berada di suhu rata-rata -20 derajat Celcius.
Mrna-1273 ditaksir seharga US$ 50 dolar untuk dua dosis, atau sekitar Rp 710 ribu. Berbeda dengan vaksin sebelumnya, vaksin buatan Moderna ini telah melewati tahap uji coba. Hasil uji coba tahap ketiga di AS menunjukkan efikasi hingga 94,1% dengan efek samping yang dapat ditolerir.
Adapun uji coba dilakukan terhadap 30 ribu relawan berusia 18 tahun ke atas. Uji coba tahap pertama dan kedua membuahkan hasil yang baik juga. Sehingga vaksin tersebut aman dikonsumsi untuk masyarakat berusia 65 tahun ke atas.
Akan tetapi, belum ada izin penggunaan terbatas yang diterbitkan oleh negara manapun terkait penggunaan vaksin. Pemerintah Indonesia pun masih melakukan penjajakan untuk memetakan jumlah pembelian vaksin ini.
BNT162b2 (Pfizer dan Biontech)
Vaksin buatan Jerman ini juga menggunakan teknologi mRNA. Bahkan, Pfizer dan Biontech merupakan pengembang vaksin pertama yang mengumumkan efikasi hingga 90 persen pada 9 November 2020.
Sama dengan vaksin buatan Moderna, BNT162b2 sudah menyelesaikan uji coba tahap terakhir dengan tingkat efikasi hingga 95% dari hasil interim. Hal ini diiringi dengan angka efek samping terbesar sebesar 3,8% relawan yang kelelahan, dan 2% yang mengaku sakit kepala.
Adapun uji coba tahap ketiga dilakukan terhadap 43 ribu orang. Vaksin ini juga diujikan untuk masyarakat berusia 65 tahun ke atas pada tahap pertama dan kedua dengan tingkat efikasi sebesar 94%.
BNT162b2 diproyeksikan akan dijual dengan harga 39 dolar AS untuk dua dosis, yakni sekitar Rp 552 ribu. Meskipun, masyarakat perlu mengonsumsi dua dosis per orang seperti vaksin lainnya.
Vaksin itu juga harus disimpan dalam keadaan yang sangat dingin, yakni pada suhu -70 derajat Celcius. Saat ini, vaksin besutan Pfizer dan BioNTech ini sudah memiliki izin guna terbatas di Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada. Namun, pemerintah Indonesia masih melakukan penjajakan untuk menghadirkan vaksin in di Tanah Air.
Merah Putih (PT Bio Farma)
Berdasarkan namanya, vaksin ini jelas akan dikembangkan oleh Indonesia. Beragam cara digunakan untuk mengembangkan Vaksin Merah Putih, seperti protein rekombinan, DNA, dan RNA.
Adapun vaksin protein rekombinan merupakan bagian dari subunit vaccine, atau jenis vaksin yang mengambil komponen atau antigen dari patogen yang dinilai cocok untuk menstimulasikan imun tubuh. Tipe ini memungkinkan adanya kombinasi dari dua atau lebih sumber DNA.
Mengutip salah satu perusahaan farmasi multinasional Sanofi, vaksin berbasis teknologi rekombinan memiliki kelebihan dari sisi kestabilan ketika digunakan pada suhu vaksin rutin, kemampuan untuk menghasilkan respon imun tinggi berkelanjutan, dan potensi pencegahan penularan virus.
Adapun vaksin Merah Putih masih berada pada uji pra klinis di tahap pertama dan kedua. Vaksin tersebut diproyeksi masuk tahap ketiga pada 2021.
Di sisi lain, Vaksinolog dan Spesialis Penyakit Dalam dr. Dirga Sakti Rambe menyebut tidak akan ada vaksinasi apapun sebelum ada izin dari Badan Pengawasa Obat dan Makanan (BPOM). Pasalnya, pemerintah harus memastikan vaksin yang akan digunakan betul-betul aman dan efektif.
Di sisi lain, Dirga menyebut proses vaksinasi sebagai upaya menangani pandemi. Meski begitu, vaksinasi tidak akan menghilangkan virus corona.
Oleh karena itu, perlu upaya-upaya ekstra seperti protokol kesehatan untuk mengendalikan pandemi. Protokol kesehatan tersebut pun wajib dilaksanakan secara konsisten.
“Saya mengajak masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan 3M. Protokol kesehatan itu jangan hanya menjadi slogan, jangan dilaksanakan sampai vaksinasi saja, karena setiap upaya pencegahan tidak ada yang sempurna. Jadi kita harus betul-betul melakukan semuanya," ujar Dirga dalam Dialog bertema "Vaksin Fakta dan Hoaks" yang disiarkan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (15/12).
(Penyumbang bahan: Ivan Jonathan)
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan