Keluarga yang Tahan Banting, Kunci Kekuatan Lalui Pandemi

ANTARA FOTO/REUTERS/Issei K
Penulis: Hanna Farah Vania - Tim Riset dan Publikasi
30/1/2021, 13.05 WIB

Keluarga merupakan unit sosial terkecil pada inti masyarakat yang sangat penting ketika menghadapi pandemi. Saat ini, peningkatan kasus justru secara signifikan muncul dari unit sosial terkecil tersebut. Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sony Harry B Harmadi menyebutkan 40,1 persen kasus di Jakarta berasal dari klaster keluarga.

“Kami sudah selalu ingatkan, kalaupun harus pergi maka pergilah dengan orang yang serumah saja. Tapi masalahnya, sebaliknya. Ini yang menyebabkan ternyata di klaster keluarga terjadi peningkatan penularan virus Corona,” ujar Sony dalam diskusi daring dengan Katadata, beberapa waktu lalu.

Persoalan ini sebetulnya dapat dicegah dengan penguatan perilaku dari dalam keluarga. Menurut Erna Rochana dalam publikasi yang bertajuk “Covid-19 & Disrupsi: Tatanan Sosial Budaya, Ekonomi, Politik, dan Multi (Catatan Akademisi, Jurnalis, Aktivis, dan Diaspora)”, kelentingan keluarga sangat penting di masa pandemi. Kelentingan keluarga menunjukkan suatu situasi keluarga yang fleksibel, kuat, dan tidak rapuh.

“Keluarga lenting terbangun oleh kekuatan positive thinking untuk beradaptasi menghadapi dinamika hidupnya,” ujar Erna pada tulisannya. Dengan lahirnya afeksi dan perhatian, keluarga dapat menguatkan satu sama lain. Ini akan berdampak pada keluarga inti, keluarga besar, hingga keluarga lain di lingkungannya.

Kunci utama untuk bertahan adalah mengedepankan potensi yang masih tersisa untuk menghadapi masalah bersama. Erna menilai keluarga lenting cenderung senang berbagi baik barang, jasa, dan informasi. Tak hanya bagi masyarakat di luar keluarga inti, keluarga lenting juga mampu mencari cara untuk bertahan selama pandemi.

Terdapat banyak perubahan saat pandemi. Di antaranya harus tetap berkegiatan di rumah. Erna menyadari ini akan memunculkan persoalan di keluarga seperti sering merasa bosan, kesulitan orang tua membimbing anak saat belajar daring, hingga seringnya adu argumen antara anak dan orang tua. Bahkan, yang lebih parah lagi munculnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Oleh karena itu, kelentingan keluarga dapat meredam seluruh persoalan tersebut. Berawal dari merasa cukup dan bersyukur, akan menjalar dan membangun kehangatan juga saling pengertian di keluarga. Penguatan peran seluruh anggota keluarga dan memiliki rasa tanggung jawab untuk melalui pandemi bersama-sama menjadi kunci kuat keberhasilan keluarga hadapi pandemi.

“Terutama ibu dan bapak harus melakukannya dengan penuh kasih sayang agar semua tetap sehat dan selamat dari pandemi Covid-19,” tutur Erna. Ia menambahkan bahwa kelentingan keluarga tidak muncul begitu saja, namun dibangun oleh keyakinan kuat tentang pentingnya kesabaran dalam segala hal, termasuk melawan pandemi.  

Sikap berbagi, saling menguatkan, dan berupaya membahagiakan orang di sekitarnya dalam keluarga akan memberikan dampak positif bagi keluarga dan lingkungan sekitar. Kelentingan keluarga tersebut dapat berkontribusi pada perubahan sosial yang terjadi secara tiba-tiba, seperti saat pandemi.

Hal ini akan sangat mempengaruhi banyak hal seperti munculnya rasa saling berbagi dan mendukung yang mampu menekan munculnya stigma di masyarakat. Selain itu, pemahaman yang baik akan pentingnya selalu berada di rumah semasa pandemi dan memperhatikan protokol 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak), akan membuat keluarga terhindar dari paparan virus.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan