Setelah Sinovac, BPOM Sedang Proses Izin Vaksin Covid-19 AstraZeneca

ANTARA FOTO/REUTERS/Stefan Rousseau/Pool /aww/cf
Perdana Menteri Britain Boris Johnson membawa dosis vaksin Oxford/AstraZeneca COVID-19 untuk distribusi langsung di lapangan Barnet FC, The Hive, yang digunakan sebagai pusat vaksinasi virus korona, di utara London, Britain, Senin (25/1/2021).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
16/2/2021, 17.47 WIB

Sebelumnya, WHO menyetujui pmberian izin penggunaan darurat untuk vaksin AstraZeneca yang diproduksi oleh SKBio di Korea Selatan dan Serum Institute of India. Persetujuan WHO itu diputuskan setelah anggota panel memberikan rekomendasi sementara tentang vaksin tersebut.

Anggota panel menyatakan bahwa dua dosis dengan interval sekitar 8-12 minggu harus diberikan kepada semua orang dewasa. Selain itu, vaksin AstraZeneca/Oxord ternyata bisa digunakan di negara-negara dengan varian virus corona Afrika Selatan. Sehingga vaksin tersebut memenuhi kriteria keamanan da kemanjuran yang melebihi risiko efek sampingnya.

Dengan keputusan tersebut, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus berharap AstraZeneca bisa mempercepat produksi. Sehingga vaksin tersebut bisa segera didistribusikan ke banyak negara.

Adapun AstraZeneca menargetkan produksi 300 juta dosis yang akan didistribusikan ke 145 negara melalui COVAX, inisiasi vaksinasi bersama yang digagas WHO.

“Kami sekarang memiliki semua bagian untuk distribusi vaksin yang cepat. Tapi kami masih perlu meningkatkan produksi, ” kata Tedros seperti dikutip dari Reuters pada Selasa (16/2).

Lebih lanjut, dia mengimbau para pengembang vaksin Covid-19 untuk menyerahkan berkas terkait izin penggunaan darurat ke WHO. Hal itu bisa dilakukan pada saat yang sama ketika pengembang vaksin menyerahkan berkas pada regulator obat dan makanan di negara-negara berpenghasilan tinggi.

Suntikan AstraZeneca / Oxford dipuji karena lebih murah dan lebih mudah untuk didistribusikan daripada beberapa vaksin, termasuk Pfizer/BioNTech yang terdaftar untuk penggunaan darurat oleh WHO pada akhir Desember 2020.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika