Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menegaskan memiliki bukti kuat Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah (NA) terlibat dalam kasus suap dan gratifikasi. Meskipun Nurdin membantah hal tersebut.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan hal biasa jika tersangka membantah terlibat korupsi. "Itu hak yang bersangkutan, tapi kami tegaskan KPK telah memiliki bukti yang kuat menurut hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud," kata Ali dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (28/2).
KPK pun mengingatkan kepada para tersangka dan pihak-pihak lain yang akan diperiksa untuk kooperatif. Selain itu, dia juga meminta pihak-pihak yang akan diperiksa menerangkan fakta-fakta sebenarnya kepada penyidik.
Sebelumnya, Nurdin membantah terlibat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021. Pasalnya, dia tidak mengetahui transaksi suap yang dilakukan tersangka lainnya.
"Ternyata Edy itu melakukan transaksi tanpa sepengetahuan saya. Sama sekali tidak tahu, demi Allah demi Allah," ucap Nurdin di Gedung KPK, Jakarta, Minggu sebelum memasuki mobil tahanan KPK.
Selain Nurdin, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Edy Rahmat (ER) selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin, dan Agung Sucipto (AS) selaku kontraktor.
KPK menduga Nurdin menerima suap dengan total Rp5,4 miliar. Rinciannya, dana Rp2 miliar yang diserahkan melalui Edy dari Agung pada 26 Februari 2021.
Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain pada akhir 2020 sebesar Rp200 juta. Kemudian, paada pertengahan Februari 2021, Nurdin melalui ajudannya bernama Samsul Bahri menerima uang Rp1 miliar, dan awal Februari 2021 Nurdin melalui Samsul Bahri menerima uang Rp2,2 miliar.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pemberi, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Di sisi lain, Juru Bicara Gubernur Sulsel Veronica Moniaga menyampaikan bahwa keluarga Nurdin siap dimintai keterangan kepada KPK. Menurut dia, pihak keluarga menghormati dan akan kooperatif dengan proses hukum yang berjalan.
"Pihak keluarga juga akan berupaya men-support dalam bentuk keterangan-keterangan apabila diminta dan akan tetap bersikap kooperatif dengan proses hukum yang berjalan atau yang dijalani Bapak Gubernur Nurdin Abdullah," ujar Vero pada keterangan resminya di Makassar, Minggu (28/2).
Dia juga menyebut sebagian besar keluarga Nurdin berada di Jakarta untuk memberi dukungan. Sedangkan terkait pengembangan kasus tersebut, pihak keluarga Nurdin telah menunjuk kuasa hukum yaoti Arman Hanis untuk membantu serta memediasi proses hukum yang berjalan kepada mantan Bupati Bantaeng tersebut.
"Arman Hanis yang ke depannya akan lebih banyak memberikan keterangan-keterangan terkait keberlanjutan proses hukum Nurdin Abdullah," ujar dia.