Menimbang Kebutuhan Badan Pangan Nasional di Tengah Isu Impor
- Badan Pangan Nasional seharusnya sudah dibentuk lima tahun lalu.
- Badan Pangan Nasional akan menjadi regulator untuk semua masalah pangan, termasuk mengambil kebijakan impor.
- Bulog akan tetap menjadi operator.
Pemerintah akan membentuk Badan Pangan Nasional (BPN) sebagai regulator untuk masalah pangan. Usulan ini kembali mencuat di tengah ramai isu terkait rencana impor beras hingga daging sapi menjelang Ramadan.
Jika jadi terbentuk, Badan Pangan Nasional (BPN) akan memangkas wewenang beberapa kementerian strategis yang menangani isu pangan, yakni Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Kerja badan baru ini juga akan terkait erat dengan Bulog.
“Keberadaan Badan Pangan Nasional dalam rangkaian kebijakan pangan nasional secara terintegrasi dari hulu ke hilir menjadi sebuah kebutuhan. Ini sesuai dengan hasil penelaahan terhadap lembaga pangan di negara lain, serta mengacu pada tata kelola yang baik,” kata Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Legislasi DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (16/3).
Menurut Buwas, selama ini kebijakan di bidang pangan tidak bisa diputuskan dengan cepat lantaran memerlukan kesepakatan dari beberapa kementerian/lembaga di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Bulog sebagai operator pun kerap kerepotan dalam mengeksekusi kebijakan. "Sehingga eksekusi dari kebijakan pangan tersebut terkesan reaktif daripada proaktif," katanya.
Kebijakan pangan yang tak diputuskan secara cepat bisa berdampak pada kenaikan harga pangan dalam negeri. Hal ini pernah terjadi pada awal 2020, saat lambatnya izin impor berakibat kenaikan harga gula di pasaran.
Selain soal impor, Buwas juga mengeluhkan birokrasi dalam pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Selama ini, CBP disalurkan dalam bentuk bantuan sosial bagi masyarakat miskin maupun korban bencana. Belakangan, pemerintah mengubah program Beras Sejahtera (Rastra) menjadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT). Akibatnya, beras di Gudang Bulog menumpuk.
Oleh karena itu, BPN dinilai menjadi kebutuhan dalam rangka membentuk kebijakan pangan nasional yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Selain itu, penyusunan kebijakan pangan bisa lebih mengacu pada tata kelola yang baik.
Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) itu juga menyatakan perlunya pemisahan antara regulator dan operator pangan. Maka, posisi ideal Bulog adalah sebagai operator yang menjalankan penugasan dari BPN. Posisi Bulog bisa berada di bawah atau di luar binaan Kementerian BUMN.
Sementara, Kepala BPS Suhariyanto memaparkan data dari Global Food Security Index. Berdasarkan temuan tersebut, ada sejumlah kelemahan pada ketahanan pangan Indonesia.
Salah satunya, pembentukan kebijakan yang berlangsung lambat. "Cara kita membentuk sebuah kebijakan dalam menangani isu-isu, dianggap kurang cepat," ujar dia. Ia berharap hal itu bisa diperbaiki dengan keberadaan Badan Pangan Nasional.
Bagaimana ketahanan pangan Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga? Simak Databoks berikut:
Terlambat Dibentuk
Di sisi lain, Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas mengatakan, pembentukan BPN bisa menghilangkan sejumlah fungsi pada kementerian terkait pangan. Misalnya, Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang berada di bawah Kementerian Pertanian.
"BKP ngapain, kan tidak punya fungsi apapun. Jadi dihilangkan. Lalu Kementerian Perdagangan yang biasa terbitkan Perizinan Impor, itu bisa ditangani badan otoritas pangan," kata dia kepada Katadata.
Pembentukan BPN semestinya dilakukan tiga tahun sejak Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 berlaku. Namun, sampai saat ini lembaga otoritas pangan itu belum terbentuk.
Dwi menduga, hal itu terjadi lantaran banyak peran kementerian/lembaga yang terpangkas bila BPN terbentuk. Selain itu, kebijakan impor pangan tidak memerlukan rapat koordinasi terbatas antar kementerian/lembaga.
"Bisa dibayangkan kalau masalah izin impor dipangkas, ini kan kita tahu persis lah banyak kepentingan di sana," katanya.
Sebelumnya, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati pembentukan Badan Pangan Nasional. Ada empat skenario yang disusun dalam pembentukannya:
Pertama, mentransformasi Perum Bulog menjadi Badan Pangan, di mana Bulog menjadi operator seluruh urusan pemerintah di bidang pangan dan kementerian/lembaga lain menjadi regulator sesuai tusinya.
Kedua, mentransformasi Bulog menjadi Badan Pangan dengan peran ganda, yaitu regulator dan operator seluruh urusan pemerintah di bidang pangan.
Ketiga, mentransformasi organ kementerian terkait pangan menjadi Badan Pangan yang selanjutnya bertugas menjadi regulaotor dan Bulog menjadi operatornya dengan dikoordinasikan oleh Kementerian BUMN.
Keempat, mentransformasi organ kementerian terkait pangan menjadi Badan Pangan yang selanjutnya berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lain. BPN akan berfungsi sebagai regulator dan Bulog dan BUMN kluster pangan sebagai operator yang dioperasikan oleh BPN.
Seperti Buwas, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo lebih condong pada skenario keempat. "Kami mengusulkan agar opsi keempat dapat menjadi skema paling relevan untuk saat ini," katanya.
Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga berharap Badan Pangan yang dibentuk nantinya dapat menjadi badan yang independen, fleksibel, dan tidak birokratis.
"Badan Pangan Nasional diharapkan bisa membaca dan menganalisis tren pangan dunia, membuat rekomendasi kepada seluruh pemangku kepentingan, dan dapat mengintervensi atau mengambil keputusan dengan cepat," katanya, Senin (15/3).