TMII akan Dikelola BUMN Pariwisata, Keluarga Cendana Digugat Mitora

ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.
Pengunjung berjalan di depan taman legenda di TMII, Jakarta, Rabu (7/4/2021).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Yuliawati
8/4/2021, 19.30 WIB

Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) akan mengelola sementara Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Selanjutnya, pemerintah akan menyerahkan pengelolaan TMII kepada Badan Usaha Milik Negara bidang pariwisata.

"Jadi dikelola oleh orang yang profesional, lembaga yang profesional dan harapannya akan jauh lebih baik dan memberikan kontribusi kepada keuangan negara," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di kantornya, Jakarta, Kamis (8/4).

Dia mengatakan Kemensetneg akan merumuskan kriteria orang-orang yang akan mengelola Taman Mini. Hingga saat ini, Kemensetneg masih menyusun tim transisi. Tim tersebut bertugas menjalankan proses pemindahan pengelolaan dari Yayasan Harapan Kita kepada Kemensetneg.

Pratikno membantah kabar yang beredar bahwa TMII akan dikelola  oleh yayasan keluarga milik Presiden Joko Widodo. "Jadi enggak benar itu akan dibentuk yayasan, apalagi dihubungkan dengan yayasan Pak Jokowi dan selainnya," kata Pratikno.

TMII dikelola oleh Kemensetneg setelah Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2021 tentang TMII. Sebelumnya, Yayasan Harapan Kita yang didirikan oleh Tien Soeharto, mengelola TMII. TMII dikelola selama 44 tahun oleh yayasan tersebut sesuai payung hukum Keppres Nomor 51 tahun 1977.

Selama ini, Yayasan Harapan Kita tidak pernah menyetor pendapatan ke kas negara. Padahal, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 51 Tahun 1977 menyatakan bahwa TMII adalah hak milik Negara Republik Indonesia.

Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Tomo Setya Utama memastikan pihaknya sudah berkomunikasi dengan keluarga mantan Presiden Soeharto selaku pemilik Yayasan Harapan Kita.

Untuk itu, pengambilalihan dilakukan untuk optimalisasi aset, meningkatkan kontribusi pada negara, dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan banyak aset daerah/negara yang dikuasai pihak ketiga secara tidak sah dan mengakibatkan terjadinya kerugian negara. Untuk itu, komisi antirasuah itu mendorong untuk dilakukan penertiban, pemulihan, dan optimalisasi pemanfaatan aset untuk kepentingan negara.

Sejak 2019, KPK fokus membenahi aset Kemensetneg yang jumlahnya mencapai Rp 571 triliun. Meliputi aset TMII, PPK Kemayoran, dan aset Gelora Bung Karno (GBK). Pada 2020, KPK memfasilitasi para pihak terkait agar pengelolaan TMII dapat diberikan kepada pemerintah.

Lima Anak Soeharto Digugat Rp 584 Miliar

Berbarengan dengan aset TMII yang kembali jatuh ke tangan pemerintah, lima anak Presiden Soeharto digugat oleh perusahaan asal Singapura Mitora Pte. Ltd.  Mitora menggugat kelima anak Soeharto membayar tanggung renteng Rp 584 miliar.

Mitora mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatandengan nomor perkara 244/Pdt.G/2021/PN JKT.SEL pada Senin, 8 Maret 2021. Perusahaan ini menggugat Siti Hardianti Hastuti Rukmana, Bambang Trihatmojo, Siti Hediati Hariyadi, Sigit Harjojudanto, dan Siti Hutami Endang Adiningsih. Gugatan juga ditujukan kepada Yayasan Purna Bhakti Pertiwi.

Dalam petitum gugatannya, Mitora menyebutkan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Untuk itu, Mitora meminta Pengadilan menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakan pada sebidang tanah dan bangunan beserta dengan isinya.

Sitaan tersebut antara lain sebidang tanah seluas +/- 20 Ha dan bangunan beserta seluruh isi Museum Purna Bhakti Pertiwi dan Puri Jati Ayu yang beralamat di Jl. Taman Mini No.1, Jakarta Timur. Kemudian, sebidang tanah dan bangunan beserta seluruh isinya yang berada di Jl. Yusuf Adiwinata No. 14, Menteng, Jakarta Pusat.

"Menghukum para turut tergugat untuk melaksanakan putusan ini," demikian petitum penggugat. Adapun, sidang perdana gugatan ini telah dilaksanakan pada Senin, 5 April 2021.

Sebelumnya, Mitora pernah menggugat lima anak Soeharto beserta Yayasan Purna Bhakti Pertiwi dan Yayasan Harapan Kita. Gugatan perkara perbuatan melawan hukum teregister pada 4 Desember 2018 lalu.

Mitora merupakan perusahaan konsultan asal Singapura yang didirikan pada 2002. Mitora diketahui terlibat dalam proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah.

Berdasarkan laman PSUD, Mitora tercatat sebagai klien dalam proyek pengembangan area TMII. Pengembangan TMII tersebut dilakukan dengan menggabungkan seni dan teknologi.

Hingga kini belum ada tanggapan dari keluarga cendana. Pengacara Tommy Soeharto, Elza Syarief, menyatakan tak dilibatkan dalam perkara dengan Mitora.

Reporter: Rizky Alika